Ngentot Guru Bahas Inggrisku Yang Masih Perawan

Kisahku ini berawal dari reuni SMA-ku di Jakarta. Setelah itu aku bertemu dengan guru bahasa inggrisku, kami ngobrol dengan akrabnya. Ternyata Ibu Shinta masih segar bugar dan amat menggairahkan.

Penampilannya amat menakjubkan, memakai rok mini yang ketat, kaos top tank sehingga lekuk tubuhnya nampak begitu jelas. Jelas saja dia masih muda sebab sewaktu aku SMA dulu dia adalah guru termuda yang mengajar di sekolah kami. Sekolahku itu cuma terdiri dari dua kelas, kebanyakan siswanya adalah wanita. Cukup lama aku ngobrol dengan Ibu Shinta, kami rupanya tidak sadar waktu berjalan dengan cepat sehingga para undangan harus pulang. Lalu kami pun berjalan munuju ke pintu gerbang sambil menyusuri ruang kelas tempatku belajar waktu SMA dulu.

Tiba-tiba Ibu Shinta teringat bahwa tasnya tertinggal di dalam kelas sehinga kami terpaksa kembali ke kelas. Waktu itu kira-kira hampir jam dua belas malam, tinggal kami berdua. Lampu-lampu di tengah lapangan saja yang tersisa. Sesampainya di kelas, Ibu Shinta pun mengambil tasnya kemudian aku teringat akan masa lalu bagaimana rasanya di kelas bersama dengan teman-teman. Lamunanku buyar ketika Ibu Shinta memanggilku.

“Kenapa Jack”
“Ah.. tidak apa-apa”, jawabku. (sebetulnya suasana hening dan amat merinding itu membuat hasratku bergejolak apalagi ada Ibu Shinta di sampingku, membuat jantungku selalu berdebar-debar).
“Ayo Jack kita pulang, nanti Ibu kehabisan angkutan”, kata Ibu Shinta.
“Sebaiknya Ibu saya antar saja dengan mobil saya”, jawabku dengan ragu-ragu.
“Terima kasih Jack”.

Tanpa sengaja aku mengutarakan isi hatiku kepada Ibu Shinta bahwa aku suka kepadanya, “Oh my God what i’m doing”, dalam hatiku. Ternyata keadaan berkata lain, Ibu Shinta terdiam saja dan langsung keluar dari ruang kelas. Aku panik dan berusaha minta maaf. Ibu Shinta ternyata sudah cerai dengan suaminya yang bule itu, katanya suaminya pulang ke negaranya. Aku tertegun dengan pernyataan Ibu Shinta. Kami berhenti sejenak di depan kantornya lalu Ibu Shinta mengeluarkan kunci dan masuk ke kantornya, kupikir untuk apa masuk ke dalam kantornya malam-malam begini. Aku semakin penasaran lalu masuk dan bermaksud mengajaknya pulang tapi Ibu Shinta menolak. Aku merasa tidak enak lalu menunggunya, kurangkul pundak Ibu Shinta, dengan cepat Ibu Shinta hendak menolak tetapi ada kejadian yang tak terduga, Ibu Shinta menciumku dan aku pun membalasnya.

Ohh.., alangkah senangnya aku ini, lalu dengan cepat aku menciumnya dengan segala kegairahanku yang terpendam. Ternyata Ibu Shinta tak mau kalah, ia menciumku dengan hasrat yang sangat besar mengharapkan kehangatan dari seorang pria. Dengan sengaja aku menyusuri dadanya yang besar, Ibu Shinta terengah sehingga ciuman kami bertambah panas kemudian terjadi pergumulan yang sangat seru. Ibu Shinta memainkan tangannya ke arah batang kemaluanku sehingga aku sangat terangsang. Lalu aku meminta Ibu Shinta membuka bajunya, satu persatu kancing bajunya dibukanya dengan lembut, kutatap dengan penuh hasrat. Ternyata dugaanku salah, dadanya yang kusangka kecil ternyata amat besar dan indah, BH-nya berwarna hitam berenda yang modelnya amat seksi.

Karena tidak sabar maka kucium lehernya dan kini Ibu Shinta setengah telanjang, aku tidak mau langsung menelanjanginya, sehingga perlahan-lahan kunikmati keindahan tubuhnya. Aku pun membuka baju sehingga badanku yang tegap dan atletis membangkitkan gairah Ibu Shinta, “Jack kukira Ibu mau bercinta denganmu sekarang.., Jack, tutup pintunya dulu dong”, bisiknya dengan suara agak bergetar, mungkin menahan birahinya yang juga mulai naik

Tanpa disuruh dua kali, secepat kilat aku segera menutup pintu depan. Tentu agar keadaan aman dan terkendali. Setelah itu aku kembali ke Ibu Shinta. Kini aku jongkok di depannya. Menyibak rok mininya dan merenggangkan kedua kakinya. Wuih, betapa mulus kedua pahanya. Pangkalnya tampak menggunduk dibungkus celana dalam warna hitam yang amat minim. Sambil mencium pahanya tanganku menelusup di pangkal pahanya, meremas-remas liang senggamanya dan klitorisnya yang juga besar. Lidahku makin naik ke atas. Ibu Shinta menggelinjang kegelian sambil mendesah halus. Akhirnya jilatanku sampai di pangkal pahanya.

“Mau apa kau sshh… sshh”, tanyanya lirih sambil memegangi kapalaku erat-erat.
“Ooo… oh.. oh..”, desis Ibu Shinta keenakan ketika lidahku mulai bermain-main di gundukan liang kenikmatannya. Tampak dia keenakan meski masih dibatasi celana dalam.
Serangan pun kutingkatkan. Celananya kulepaskan. Sekarang perangkat rahasia miliknya berada di depan mataku. Kemerahan dengan klitoris yang besar sesuai dengan dugaanku. Di sekelilingnya ditumbuhi rambut yang tidak begitu lebat. Lidahku kemudian bermain di bibir kemaluannya. Pelan-pelan mulai masuk ke dalam dengan gerakan-gerakan melingkar yang membuat Ibu Shinta makin keenakan, sampai harus mengangkat-angkat pinggulnya. “Aahh… Kau pintar sekali. Belajar dari mana hh…”
Tanpa sungkan-sungkan Ibu Shinta mencium bibirku. Lalu tangannya menyentuh celanaku yang menonjol akibat batang kemaluanku yang ereksi maksimal, meremas-remasnya beberapa saat. Betapa lembut ciumannya, meski masih polos. Aku segera menjulurkan lidahku, memainkan di rongga mulutnya. Lidahnya kubelit sampai dia seperti hendak tersendak. Semula Ibu Shinta seperti akan memberontak dan melepaskan diri, tapi tak kubiarkan. Mulutku seperti melekat di mulutnya. “Uh kamu pengalaman sekali ya. Sama siapa? Pacarmu?”, tanyanya diantara kecipak ciuman yang membara dan mulai liar. Aku tak menjawab. Tanganku mulai mempermainkan kedua payudaranya yang tampak menggairahkan itu. Biar tidak merepotkanku, BH-nya kulepas. Kini dia telanjang dada. Tak puas, segera kupelorotkan rok mininya. Nah kini dia telanjang bulat. Betapa bagus tubuhnya. Padat, kencang dan putih mulus.

“Nggak adil. Kamu juga harus telanjang..” Ibu Shinta pun melucuti kaos, celanaku, dan terakhir celana dalamku. Batang kemaluanku yang tegak penuh segera diremas-remasnya. Tanpa dikomando kami rebah di atas ranjang, berguling-guling, saling menindih. Aku menunduk ke selangkangannya, mencari pangkal kenikmatan miliknya. Tanpa ampun lagi mulut dan lidahku menyerang daerah itu dengan liar. Ibu Shinta mulai mengeluarkan jeritan-jeritan tertahan menahan nikmat. Hampir lima menit kami menikmati permainan itu. Selanjutnya aku merangkak naik. Menyorongkan batang kemaluanku ke mulutnya.

“Gantian dong..” Tanpa menunggu jawabannya segera kumasukkan batang kemaluanku ke mulutnya yang mungil. Semula agak kesulitan, tetapi lama-lama dia bisa menyesuaikan diri sehingga tak lama batang kemaluanku masuk ke rongga mulutnya. “Justru di situ nikmatnya.., Selama ini sama suami main seksnya gimana?”, tanyaku sambil menciumi payudaranya. Ibu Shinta tak menjawab. Dia malah mencium bibirku dengan

Tetapi lama-lama aku tidak tahan juga, batang kemaluanku pun sudah ingin segera menggenjot liang kenikmatannya. Pelan-pelan aku mengarahkan barangku yang kaku dan keras itu ke arah selangkangannya. Ketika mulai menembus liang kenikmatannya, kurasakan tubuh Ibu Shinta agak gemetar. “Ohh…”, desahnya ketika sedikit demi sedikit batang kemaluanku masuk ke liang kenikmatannya. Setelah seluruh barangku masuk, aku segera bergoyang naik turun di atas tubuhnya. Aku makin terangsang oleh jeritan-jeritan kecil, lenguhan serta kedua payudaranya yang ikut bergoyang-goyang.

Tiga menit setelah kugenjot, Ibu Shinta menjepitkan kedua kakinya ke pinggangku. Pinggulnya dinaikkan. Tampaknya dia akan orgasme. Genjotan batang kemaluanku kutingkatkan. “Ooo… ahh… hmm… ssshh…”, desahnya dengan tubuh menggelinjang menahan kenikmatan puncak yang diperolehnya. Kubiarkan dia menikmati orgasmenya beberapa saat. Kuciumi pipi, dahi, dan seluruh wajahnya yang berkeringat. “Sekarang Ibu Shinta berbalik. Menungging di atas meja.., sekarang kita main dong di atas meja ok!” Aku mengatur badannya dan Ibu Shinta menurut. Dia kini bertumpu pada siku dan kakinya. “Gaya apa lagi ini?”, tanyanya.

Setelah siap aku pun mulai menggenjot dan menggoyang tubuhnya dari belakang. Ibu Shinta kembali menjerit dan mendesah merasakan kenikmatan yang tiada taranya, yang mungkin selama ini belum pernah dia dapatkan dari suaminya. Setelah dia orgasme sampai dua kali, kami istirahat.
“Capek?”, tanyaku. “Kamu ini aneh-aneh saja. Sampai mau remuk tulang-tulangku”.
“Tapi kan nikmat Bu..”, jawabku sambil kembali meremas payudaranya yang menggemaskan.
“Ya deh kalau capek. Tapi tolong sekali lagi, aku pengin masuk agar spermaku keluar. Nih sudah nggak tahan lagi batang kemaluanku. Sekarang Ibu Shinta yang di atas”, kataku sambil mengatur posisinya.

Aku terletang dan dia menduduki pinggangku. Tangannya kubimbing agar memegang batang kemaluanku masuk ke selangkangannya. Setelah masuk tubuhnya kunaik-turunkan seirama genjotanku dari bawah. Ibu Shinta tersentak-sentak mengikuti irama goyanganku yang makin lama kian cepat. Payudaranya yang ikut bergoyang-goyang menambah gairah nafsuku. Apalagi diiringi dengan lenguhan dan jeritannya saat menjelang orgasme. Ketika dia mencapai orgasme aku belum apa-apa. Posisinya segera kuubah ke gaya konvensional. Ibu Shinta kurebahkan dan aku menembaknya dari atas. Mendekati klimaks aku meningkatkan frekuensi dan kecepatan genjotan batang kemaluanku. “Oh Ibu Shinta.., aku mau keluar nih ahh..” Tak lama kemudian spermaku muncrat di dalam liang kenikmatannya. Ibu Shinta kemudian menyusul mencapai klimaks. Kami berpelukan erat. Kurasakan liang kenikmatannya begitu hangat menjepit batang kemaluanku. Lima menit lebih kami dalam posisi rileks seperti itu.

Kami berpelukan, berciuman, dan saling meremas lagi. Seperti tak puas-puas merasakan kenikmatan beruntun yang baru saja kami rasakan. Setelah itu kami bangun di pagi hari, kami pergi mencari sarapan dan bercakap-cakap kembali. Ibu Shinta harus pergi mengajar hari itu dan sorenya baru bisa kujemput.
Sore telah tiba, Ibu Shinta kujemput dengan mobilku. Kita makan di mall dan kami pun beranjak pulang menuju tempat parkir. Di tempat parkir itulah kami beraksi kembali, aku mulai menciumi lehernya. Ibu Shinta mendongakkan kepala sambil memejamkan mata, dan tanganku pun mulai meremas kedua buah dadanya. Nafas Ibu Shinta makin terengah, dan tanganku pun masuk di antara kedua pahanya. Celana dalamnya sudah basah, dan jariku mengelus belahan yang membayang. “Uuuhh.., mmmhh..”, Ibu Shinta menggelinjang, tapi gairahku sudah sampai ke ubun-ubun dan aku pun membuka dengan paksa baju dan rok mininya.

Aaahh..! Ibu Shinta dengan posisi yang menantang di jok belakang dengan memakai BH merah dan CD merah. Aku segera mencium puting susunya yang besar dan masih terbungkus dengan BH-nya yang seksi, berganti-ganti kiri dan kanan. Tangan Ibu Shinta mengelus bagian belakang kepalaku dan erangannya yang tersendat membuatku makin tidak sabar. Aku menarik lepas celana dalamnya, dan nampaklah bukit kemaluannya. Akupun segera membenamkan kepalaku ke tengah ke dua pahanya. “Ehhh…, mmmhh..”. Tangan Ibu Shinta meremas jok mobilku dan pinggulnya bergetar ketika bibir kemaluannya kucumbui. Sesekali lidahku berpindah ke perutnya dan menjilatinya dengan perlahan.

“Ooohh.., aduuuhh..”. Ibu Shinta mengangkat punggungnya ketika lidahku menyelinap di antara belahan kemaluannya yang masih begitu rapat. Lidahku bergerak dari atas ke bawah dan bibir kemaluannya mulai membuka. Sesekali lidahku membelai klitorisnya yang membuat tubuh Ibu Shinta terlonjak dan nafas Ibu Shinta seakan tersendak. Tanganku naik ke dadanya dan meremas kedua bukit dadanya. Putingnya membesar dan mengeras. Ketika aku berhenti menjilat dan mengulum, Ibu Shinta tergeletak terengah-engah, matanya terpejam. Tergesa aku membuka semua pakaianku, dan kemaluanku yang tegak teracung ke langit-langit, kubelai-belaikan di pipi Ibu Shinta. “Mmmhh…, mmmhh.., ooohhm..”. Ketika Ibu Shinta membuka bibirnya, kujejalkan kepala kemaluanku, kini iapun mulai menyedot. Tanganku bergantian meremas dadanya dan membelai kemaluannya. “Oouuuh Ibu Shinta.., enaaaak.., teruuuss…”, erangku.

Ibu Shinta terus mengisap batang kemaluanku sambil tangannya mengusap liang kenikmatannya yang juga telah banjir karena terangsang menyaksikan batang kemaluanku yang begitu besar dan perkasa baginya. Hampir 20 menit dia menghisap batang kemaluanku dan tak lama terasa sekali sesuatu di dalamnya ingin meloncat ke luar. “Ibu Shinta.., ooohh.., enaaak.., teruuus”, teriakku. Dia mengerti kalau aku mau keluar, maka dia memperkuat hisapannya dan sambil menekan liang kenikmatannya, aku lihat dia mengejang dan matanya terpejam, lalu.., “Creet.., suuurr.., ssuuur..”
“Oughh.., Jack.., nikmat..”, erangnya tertahan karena mulutnya tersumpal oleh batang kemaluanku. Dan karena hisapannya terlalu kuat akhirnya aku juga tidak kuat menahan ledakan dan sambil kutahan kepalanya, kusemburkan maniku ke dalam mulutnya, “Crooot.., croott.., crooot..”, banyak sekali maniku yang tumpah di dalam mulutnya.

“Aaahkk.., ooough”, ujarku puas. Aku masih belum merasa lemas dan masih mampu lagi, akupun naik ke atas tubuh Ibu Shinta dan bibirku melumat bibirnya. Aroma kemaluanku ada di mulut Ibu Shinta dan aroma kemaluan Ibu Shinta di mulutku, bertukar saat lidah kami saling membelit. Dengan tangan, kugesek-gesekkan kepala kemaluanku ke celah di selangkangan Ibu Shinta, dan sebentar kemudian kurasakan tangan Ibu Shinta menekan pantatku dari belakang. “Ohm, masuk.., augh.., masukin”
Perlahan kemaluanku mulai menyeruak masuk ke liang kemaluannya dan Ibu Shinta semakin mendesah-desah. Segera saja kepala kemaluanku terasa tertahan oleh sesuatu yang kenyal. Dengan satu hentakan, tembuslah halangan itu. Ibu Shinta memekik kecil. Aku menekan lebih dalam lagi dan mulutnya mulai menceracau, “Aduhhh.., ssshh.., iya.., terus.., mmmhh.., aduhhh.., enak.., Jack”
Aku merangkulkan kedua lenganku ke punggung Ibu Shinta, lalu membalikkan kedua tubuh kami sehingga Ibu Shinta sekarang duduk di atas pinggulku. Nampak kemaluanku menancap hingga pangkal di kemaluannya. Tanpa perlu diajari, Ibu Shinta segera menggerakkan pinggulnya, sementara jari-jariku bergantian meremas dan menggosok payudaranya, klitoris dan pinggulnya, dan kamipun berlomba mencapai puncak.

Lewat beberapa waktu, gerakan pinggul Ibu Shinta makin menggila dan iapun membungkukkan tubuhnya dengan bibir kami saling melumat. Tangannya menjambak rambutku, dan akhirnya pinggulnya berhenti menyentak. Terasa cairan hangat membalur seluruh batang kemaluanku. Setelah tubuh Ibu Shinta melemas, aku mendorongnya hingga telentang, dan sambil menindihnya, aku mengejar puncak orgasmeku sendiri. Ketika aku mencapai klimaks, Ibu Shinta tentu merasakan siraman air maniku di liang kenikmatannya, dan iapun mengeluh lemas dan merasakan orgasmenya yang kedua. Sekian lama kami diam terengah-engah, dan tubuh kami yang basah kuyup dengan keringat masih saling bergerak bergesekan, merasakan sisa-sisa kenikmatan orgasme.

Ngentot Sampai Kelelahan

Saya menikah dengan suami sayaBang Hamzah yang lebih tua 8 tahun dari saya karena dijodohkan olehorangtua saya pada saat saya masih berusia 18 tahun dan baru saja masukkuliah. Namun saya sangat mencintai suami saya. Begitu pula suami sayaterhadap saya (saya yakin itu benar).

Karena saya dilahirkan dari keluarga yang taat agama, maka saya punseorang yang taat agama.Setelah pernikahan menginjak usia 1 tahun,suami saya oleh perusahaan ditugasi untuk bekerja di pabrik di daerahbogor. Sebagai fasilitas, kami diberikan sebuah rumah sederhana dikomplek perusahaan. Sebagai seorang istri yang taat, saya menurutinyapindah ke tempat itu. Komplek tempat tinggal saya ternyata masihkosong, bahkan di blok tempat saya tinggal, baru ada rumah kami dansebuah rumah lagi yang dihuni, itu pun cukup jauh letaknya dari rumahkami.

Karena rumah kami masih sangat asli kami belum memiliki dapur,sehingga jika kami mau memasak saya harus memasak di halaman belakangyang terbuka, ciri khas rumah sederhana. Akhirnya suami memutuskanuntuk membangun dapur dan ruang makan di sisa tanah yang tersisa,kebetulan ada seorang tukang bangunan yang menawarkan jasanya. Karenakami tidak merasa memiliki barang berharga, kami mempercayai merekamengerjakan dapur tersebut tanpa harus kami tunggui, suami tetapberangkat ke kantor sedangkan saya tetap kuliah.

Sampai suatu hari, saya sedang libur dan suami saya tetap kekantor. Pagi itu setelah mengantar Bang Hamzah sampai ke depan gerbang,saya pun masuk ke rumah. Sebenarnya perasaan saya sedikit tidak enak dirumah sendirian karena lingkungan kami yang sepi. Sampai ketikabeberapa saat kemudian Pak Sastro dan dua orang temannya datang untukmeneruskan kerjanya. Dia tampak cukup terkejut melihat saya ada dirumah, karena saya tidak bilang sebelumnya bahwa saya libur.

"Eh, kok Neng Anggie nggak berangkat kuliah..?"
"Iya nih Pak Sastro, lagi libur.." jawab saya sambil membukakan pintu rumah.
"Kalo gitu saya mau nerusin kerja di belakang Neng.." katanya.
"Oh, silahkan..!" kata saya.

Tidak lama kemudian mereka masuk ke belakang, dan saya mengambilsebuah majalah untuk membaca di kamar tidur saya. Namun ketika barusaja saya mau menuju tempat tidur, saya lihat melalui jendela kamar PakSatro sedang mengganti pakaiannya dengan pakaian kotor yang biasadikenakan saat bekerja. Dan alangkah terkejutnya saya menyaksikanbagaimana Pak Sastro tidak menggunakan pakaian dalam. Sehingga sayadapat melihat dengan jelas otot tubuhnya yang bagus dan yang palingpenting penisnya yang sangat besar jika dibandingkan milik suami saya.

Saya seketika terkesima sampai tidak sadar kalau Pak Satro juga memandang saya.
"Eh, ada apa Neng..?" katanya sambil menatap ke arah saya yang masih dalam keadaan telanjang dan saya lihat penis itu mengacung keatas sehing terlihat lebih besar lagi.

Saya terkejut dan malu sehingga cepat-cepat menutup jendela sambilnafas jadi terengah-engah. Seketika diri saya diliputi perasaan aneh,belum pernah saya melihat laki-laki telanjang sebelumnya selain suami,bahkan jika sedang berhubungan sex dengan suami saya, suami masih menutupi tubuh kami dengan selimut, sehingga tidak terlihat seluruhnya tubuh kami.

Saya mencoba mengalihkan persaan saya dengan membaca, tetapi tetapsaja tidak dapat hilang. Akhirnya saya putuskan untuk mandi dengan airdingin. Cepat-cepat saya masuk ke kamar mandi dan mandi. Setelahselesai, saya baru sadar saya tidak membawa handuk karena taditerburu-buru, sedangkan pakaian yang saya kenakan sudah saya basahi danpenuh sabun karena saya rendam. Saya bingung, namun akhirnya sayaputuskan untuk berlari saja ke kamar tidur, toh jaraknya dekat dan paratukang bangunan ada di halaman belakang dan pintunya tertutup. Sayayakin mereka tidak akan melihat, dan saya pun mulai berlari ke arahkamar saya yang pintunya terbuka.

Namun baru saya akan masuk ke kamar, tubuh saya menabrak sesuatuhingga terjatuh. Dan alangkah terkejutnya, ternyata yang saya tabrakitu adalah Pak Sastro.

"Maaf Neng.., tadi saya cari Neng Anggie tapi Neng Anggie nggakada di kamar. Baru saya mau keluar, eh Neng Anggi nabrak saya.."katanya dengan santai seolah tidak melihat kalau saya sedang telanjangbulat.

Perlu diketahui, saya memiliki kulit yang sangat putih mulus danwalau tidak terlalu tinggi bahkan sedikit mungil (152 cm), namun tubuh saya sangat proposional dengan dua buah payudara berukuran 34C yang sedikit kebesaran dibandingkan ukuran tubuh saya.

Saya begitu malu berusah bangkit sambil mentupi dada dan bagian bawah saya.
Namun Pak Satro segera menangkap tangan saya dan berkata, "Nggakusah malu Neng.., tadi Neng juga udah ngeliat punya saya, saya nggakmalu kok.."
"Jangan Pak..!" kata saya, namun Pak satro malah mengangkat saya ke arah halaman belakang menuju dua orang temannya.

Saya berusaha memberontak dan berteriak, tapi Pak Sastro dengansantainya malah berkata, "Tenang aja Neng.., di sini sepi. Suarateriakan Neng nggak bakal ada yang denger.."
Melihat tubuh telanjang saya, kedua teman Pak Sastro segera bersorak kegirangan.
"Wah, bagus betul ni tetek.." kata yang satu sambil membetot danmeremas payudara saya sekeras-kerasnya."Tolong jangan perkosa saya,saya nggak bakalan lapor siapa-siapa.." kata saya.

"Tenang aja deh kamu nikmati aja.." kata teman Pak Sastro yangbadannya sedikit gendut sambil tangannya meraba bulu kemaluan saya,sedang Pak Satro masih memegang kedua tangan saya dengan kencang.

Tidak berapa lama kemudian saya lihat ketiganya mulai melepaspakaian mereka. Saya melihat tubuh-tubuh mereka yang mengkilat karenakeringat dan penis mereka yang mengacung karena nafsunya. Dengan cepatmereka membaringkan tubuh saya di atas pasir. Kemudian Pak Sastro mulaimenjilati kemaluan saya.

"Wah.., memeknya wangi loh.." katanya.

Saya segera berontak, namun kedua teman Pak Satro segera memegangikedua tangan dan kaki saya. Yang botak memegang kaki, sedangkan yanggendut memegang kedua tangan saya sambil menghisap puting susu saya.Tidak berapa lama kemudian Pak Sastro mulai mengarahkan penisnya yangbesar ke lubang kemaluan saya. Dan ternyata, yang tidak saya dugasebelumnya, rasanya ternyata sangat nikmat. Benar-benar berbeda dengansuami saya. Namun karena malu, saya terus berontak sampai Pak Sastromulai mengoyangkan penisnya dengan gerakan yang kasar, tapi entahkenapa saya justru merasa kenikmatan yang luar biasa, sehingga tanpasadar saya berhenti berontak dan mulai mengikuti irama goyangnya.

Melihat itu kedua teman Pak Sastro tertawa dan mengendurkanpegangannya. Mendengar tawa mereka, saya sadar namun mau memberontaklagi saya merasa tanggung, sehingga yang terjadi adalah saya terlihatseperti sedang berpura-pura mau berontak namun walau dilepaskan sayatetap tidak berusaha melepaskan diri dari Pak Sastro.

Tidak lama kemudian Pak Sastro membalikkan tubuh saya dalam posisidoggie tanpa melepaskan miliknya dari kemaluan saya. Melihat itu, tanpadikomando si gendut langsung memasukkan penisnya ke mulut saya. Sayaberusaha berontak, namun si gendut menjambak saya dengan keras,sehingga saya menurutinya. Saya benar-benar mengalami sensasi yang luarbiasa, sehingga beberapa saat kemudian saya mengalami orgasme yang luarbiasa yang belum pernah saya alami sebelumnya. Tubuh saya menjadi lemasdan jatuh tertelungkup. Namun tampaknya Pak Satro belum selesai,sehingga genjotannya dipercepat sampai kemudian dia mencapai kelimaksdan memuntahkan spermanya ke dalam rahim saya.

Begitu Pak Sastro mencabutnya, si botak langsung memasukkankemaluannya ke dalam milik saya tanpa memberi waktu untuk istirahat.Tidak lama kemudian si gendut mencapai kelimaks, dia menekankemaluannya ke dalam mulut saya dan tanpa aba- aba, langsungmenembakkan spermanya ke dalam mulut saya. Banyak sekali spermanya yangsaya rasakan di mulut saya, namun ketika saya hendak membuang spermaitu, Pak Sastro yang saya lihat sedang duduk beristirahat berkata.

"Jangan dibuang dulu, cepet kamu kumur-kumur mani itu yang lama.. pasti nikmat.. ha.. ha.. ha.."
Dan seperti seekor kerbau yang bodoh, saya menurutinya berkumur dengan seperma itu.

Sementara si botak terus mengocok penisnya di dalam kemaluan saya,saya melihat Pak Sastro masuk ke dalam rumah saya dan keluar kembalidengan membawa sebuah terong besar yang saya beli tadi pagi untuk sayamasak serta sebuah kalung mutiara imitasi milik saya. Tidak berapa lamakemudian si botak mencapai kelimaks dan saya pun terjatuh lemas di ataspasir tersebut. Melihat temannya sudah selesai, Pak Satro menghampirisaya sambil memaksa saya kembali ke posisi merangkak.

"Sambil menunggu tenaga kita kembali pulih, mari kita lihat hiburanini.." katanya sambil memasukkan terong ungu yang sangat besar itu kedalam vagina saya.

Tentu saja saya terkejut dan berusaha memberontak, tetapi kedua temannya segera memegangi saya.

Dan tidak lama kemudian, "Bless..!" terong itu masuk 3/4-nya ke dalam vagina saya.
Rasa sakitnya benar-benar luar biasa, sehingga saya menggoyang-goyangkan pantat saya ke kiri dan kanan.

"Lihat anjing ini.. ekornya aneh.. ha.. ha.. ha.." kata si botak.
"Sekarang kamu merangkak keliling halaman belakang ini, ayo cepat..!" kata si gendut.
Dengan perlahan saya merangkak, dan ternyata rasanya benar-benar nikmat.

Karena rasa geli-geli nikmat itu, sedikit-sedikit saya berhenti,tetapi setiap saya berhenti dengan segera mereka mencambuk pantat saya.Tidak berapa lama saya mencapai kelimaks, melihat itu mereka tertawa.Pak Sastro kemudian menghampiri saya, lalu mulai memasukkan kalungmutiara imitasi yang sebesar kelereng tadi satu persatu ke dalam lubanganus saya.

Saya kembali menjerit, tetapi dengan tenang dia berkata, "Tahan dikit ya.., nanti enak kok..!"

Sampai akhirnya, kemudian kalung itu tinggal seperempatnya yangterlihat, lalu sambil menggenggam sisa kalung tersebut dia berkata.

"Sekarang kamu maju pelan-pelan.."

Dan ketika saya bergerak, kembali kalung itu tercabut pelan-pelandari anus saya sampai habis. Begitulah mereka mempermainkan saya sampaikemudian mereka siap memperkosa saya lagi berulang-ulang sampai sorehari, dan anehnya setiap mereka kelimaks saya pun turut orgasme denganarti saya menikmati diperkosa.

Dan anehnya lagi, malam harinya ketika suami saya pulang, saya samasekali tidak melaporkan kejadian tersebut kepadanya, sehinggapemerkosaan tersebut terus terjadi berulang-ulang setiap saya sedangtidak kuliah.

Dan setiap memperkosa, mereka selalu menyelingi denganmengerjai saya dengan cara yang aneh-aneh, dan itu berlangsung sampaidapur saya selesai dibangun.

Sepupu Istriku

Sebut saja namanya Fitri, seorang istri 23 tahun, ibu dari balita berusia satu tahun yg berwajah teduh dengan sorot mata tajam yg membuat libidoku bergejolak setiap kali bertemu pandang dengannya. Senyum dari bibirnya yg tipis, dipadu dengan lekukan bra 34B yg selalu tercetak dengan jelas di balik setiap pakaian ketat yg dikenakannya, plus, legging yg menjadi kesukaannya selalu membuat penisku menggeliat liar. Suaminya berprofesi sebagai supir distributor F&B yg diproduksi dari daerah ini, untuk didistribusikan ke berbagai hotel di Jakarta; yg pulang setiap seminggu sekali.

Kembali pada pokok cerita, mudik kali ini aku kembali bertemu dengannya saat keluarganya termasuk sepupu istriku mengunjungi keluarga istriku untuk bertamu; selepas mengetahui bahwa aku dan istriku sudah sampai di kampung halaman. Posisi dudukku berada di ruang tengah, dan istriku berada di dapur. Setelah bersalaman, Fitri segera mencari istriku di dapur. Sensor tinggi dari telingaku menangkap komunikasi mereka dalam bahasa daerah, yg jika diartikan kurang lebih seperti ini:

I: Istriku
F: Fitri
A: Aku

F: "Teteeeh! Apa kabaaar??? Udah lama ga ketemu! Makin molegh (padet) aja teh!"

I: "iiih Si Fitri bisa ajjaaah... yg ada kamuh yg makin seksi ajah! Tuh liat, kemejanya aja udah meletet begitu! Jadi keliatan atuh dalemnya kalo kancingnya ketat begituh"!

F: "Ah, gapapa teh... sedekah buat cowo!"

Kebetulan memang aku duduk di sofa panjang yg memungkinkanku untuk melihat jelas ke arah dapur. Fitri dan istriku mengobrol dalam posisi berdiri, dan Fitri mengenakan kemeja putih agak transparan dgn tanktop hitam sebagai daleman, dipadu dgn legging berwarna hitam yg membentuk dengan jelas bagian pinggul ke bawah. Fantasiku semakin liar ketika kuperhatikan dari jauh, tidak ada ceplakan celana dalam di legging si Fitri... which means dia menggunakan g-string -atau jangan2- tidak menggunakan underwear sama sekali!

Lamunanku buyar tatkala keponakanku memanggilku minta THR, maka untuk sejenak aku mengalihkan perhatian sejenak ke para ponakanku untuk memberikan THR yg memang telah kusiapkan dlm amplop angpau warna pink. Tidak disangka, si Fitri tiba2 sudah persis di sampingku.. duduk dgn gaya manja di dudukan untuk tangan di sofaku.

F: "Ooommm... buat Pitri maannaaahh?"

A: "Kamu udah nini nini begitu masa masih mau THR?"

F: "Namanya juga ibu rumah tangga yg kesepian ditinggal suami kerja, oom... jadi wajar atuh dapet THR dari siOm! Bener kan teh? ... (Keluarga tertawa mendengar celetukan Fitri)"

I: "iyah yang, gapapa... kasih dua amploplah sekalian buat si kecil.."

A: "Yasudaah kalau begituuuu..."

Sesaat kukeluarkan dua buah amplop angpau dari tas kecil berwarna hitam yg selalu kubawa kemana-mana dan kuberikan keduanya ke jemari lembut bersih si Fitri.

F: "Aduuuh... Siom mah baik banget! Andaikan AAnya Pitri kaya siOm..."

Kuanggap kalimat itu sebagai sebuah kalimat "basa basi" karena keinginannya telah terpenuhi.

Sekian lama kami bercengkerama dgn anggota keluarga lainnya di ruang tengah, dan Fitri masih tidak beranjak dari tempatnya semula. Bahkan beberapa kali, entah dilakukan dgn sengaja atau tidak, ia melingkarkan tangannya ke belakangku. Karena posisinya berada di pinggir sofa (dudukan tangan), maka saat ia melingkarkan tangannya, otomatis payudaranya beberapa kali menyentuh daun telingaku.

Lagi2 kubuang otak mesumku dengan berpikir bahwa ini adalah sepupu istriku yg SUDAH BERSUAMI.. maka kuanggap ini sebagai "kebetulan" belaka walaupun aku berusaha keras untuk menahan pikiran liarku yg seolah menggedor setiap pintu di dalam otakku, meminta paksa untuk dibebaskan dgn segera!

---Skip---

Hampir memasuki waktu malam, keluarga Fitri pamit, namun tanpa dirinya. Dia bilang mau nginep beberapa hari mau ngobrol2 sama tetehnya (istriku). Jadi, keluarganya pulang tanpa Fitri dan anaknya.

Seperti biasa, aku mengambil posisi di ruang tengah karena aku perokok berat, sementara istriku dan sepupunya ngobrol di ruang TV sambil Fitri menidurkan anaknya yg masih berusia 1,5 tahun itu. Karena suasana santai, maka Fitri telah berganti kostum menggunakan tanktop dan hotpants warna pink saat ngobrol dgn istriku. Penisku semakin berdenyut melihat pemandangan seperti itu di depanku.


Spoiler for Kurang lebih penampakan seperti ini:


Tak lama kemudian, aku ingin buang air kecil, dan kebetulan di kamar mandi ada Abah, orang tua laki-laki istriku. Jadi, aku bilang ke istriku bahwa aku mau ke pincuran (pancuran yg difungsikan untuk tempat mandi/mencuci pakaian/buang air kecil).

A: "Aku pipis di pincuran aja deh... di kamar mandi penuh"

I: "Ya udah sanah, hati2 gelap! Jalannya licin loh..."

A: "Iya gapapa, pelan2 aja"

F: "Pitri ikut, Om... Udah nahan juga dari tadi...mana si Abah lama banget lagih.."

Deg! Apakah ini waktunya? Tuhan, kok ya cepat sekali Kau beri aku ujian yg berat ini

A: "oh gitu? Hayuk atuh..."

Dan aku mengambil hpku untuk difungsikan sebagai senter. Aku berjalan di belakang Fitri yg sedang memakai jaket sembari mencari sendalnya di depan rumah. Saat ia merunduk, dengan jelas aku bisa melihat bongkahan pantat kenyalnya yg dibalut shortpant karet warna pink -dan lagi2- tanpa ceplakan celana dalam!

A: "... ... ..."

F: "Om, kok ngelamun gitu??"

A: "Ah, nggak... Itu lagi ngeliatin jalan ke pincuran, ternyata gelap juga ya? (Ngeles)"

F: "Di sini emang gitu, Om... Ga ada lampu buat ke pincuran... Hayuk atuh!"

Maka kami berjalan beriringan, dan para suhu pasti bisa menebak bahwa aku kembali memposisikan diri berjalan di belakang Fitri untuk memperhatikan ayunan pinggul, pantat, dan paha mulusnya haha. Tidak berapa lama kemudian di tengah jalan berembun yg licin, dia terpeleset. Karena aku persis berada di belakangnya, maka aku dgn sigap menangkap tubuhnya... Dan dengan jelas aku bisa melihat payudaranya yg terbalut tanktop pink di balik jaketnya yg hanya diritsleting setengahnya. Yg lebih membuatku kaget, dari selipan tanktop pink itu aku tidak melihat adanya bra atau kemben atau apapun itu untuk menutupi putingnya! God damned! I think this situation is well prepared!

F: "Aduh! Maaf Om... Licin banget jalannya!"

A: "Iya, udah mulai ngembun soalnya! Pelanpelan aja, Fit! Yuk sini..."

F: "Iya Om, pelan2 yah..."

Entah kenapa, tanganku secara otomatis meraih pinggulnya untuk berjalan berdampingan denganku, namun posisi Fitri berada agak ke depan, dengan tanganku tetap melingkar di pinggulnya; sehingga dengan bebas penis tegangku yg masih terbungkus celana pendek warna hitam ini bisa kugesekkan ke hotpants karetnya yg berwarna pink.

Langkah demi langkah kami berjalan pelan sekali, dan setiap langkah terhenti, penisku kugesekkan ke bongkahan pantat sebelah kanannya sambil tangan kiriku menahan pinggulnya, terlihat seolah berhati hati tetap menahan agar Fitri tidak terpeleset lagi. Entah disengaja tau tidak, kok ya di setiap langkah itu dia seperti mengerti maksudku. Setiap kugesekkan penisku ke pantatnya, dia seperti menekan pantatnya ke batangku... Setiap kali pasti begitu! Jarak antara rumah ke pincuran yg hanya 20 meter-an sepertinya terasa lama sekali karena kami melangkah "sangat hati2" ... Atau lebih tepatnya, "saling menikmati" kali ya!

Sesampainya di depan pincuran, aku segera menurukan celanaku dan penisku yg tegang sedari tadi langsung terbebas dari sangkarnya. Tapi aku baru sadar, bahwa tanganku masih pegang telepon yg kufungsikan sebagai senter. Tanpa pikir panjang, kupanggil Fitri untuk pegang teleponku, jd aku bisa buang air kecil dgn leluasa.

A: "Fit, tolong pegang teleponku doong... Tadi lupa main masuk aja"

F: "Iyaah Om, kadieukeun atuh hapenyaah..."

Agar para suhu bisa membayangkan, pincuran ini berada di bawah jalan setapak; terdiri dari beberapa buah bilik yg saling bersebelahan. Kebetulan pincuran ini tdk memiliki tempat BAB, tapi memang dikhususkan untuk pipis atau mencuci baju. Sebuah bilik pincuran berukuran kurang lebih 2x3 meter, dengan air yg selalu mengalir selama 24 jam dari sebuah pipa PVC.

Kembali ke jalan cerita, karena memang posisi badan jalan ke pincuran licin karena embun, maka bisa ditebak... Fitri, perempuan dengan dada 34B itu kembali terpeleset saat ingin meraih teleponku, dan aku reflek membalikkan badanku untuk menangkapnya.

BRUKKK!!!

Aku menangkapnya untuk kedua kalinya. Bedanya, kali ini posisi tubuhku agak membungkuk (masih dlm posisi berdiri) dan tubuh kami saling berhadapan, dan lebih parahnya lagi, penisku berada dalam posisi bebas dengan kepala Fitri berada di dadaku. Yg membuatku heran, kali ini tidak ada reaksi dari si Fitri.

A: "Fit, kamu gapapa?"

F: "... ... ..."

A: "Fit, kamu kenapa? (Sambil kuletakkan tanganku di wajahnya)"

F: "(posisi wajah masih menghadap bawah)Iya, Pitri ga apah2...
(Mengubah posisi wajah menatapku)...
Kontol qamuh gede juga yah?"

OMG!!! Bagai disambar petir rasanya! SHIT!!! Ternyata posisi tangannya sudah memegang penisku dengan lembut. Perasaanku campur aduk antara khawatir dgn kondisinya, tapi juga sekarang shock karena posisi tangannya sudah berada di penisku yg tegang sedari tadi.

F: "Masih mau pipis ga, Om kalo diginiin? (Sambil mengocok penisku maju mundur dgn perlahan)..."

A: "Ouw... nakal banget kamu, Fit! Kalo aku bilang udah ga mau pipis lagi, gimana?"

F: "Hihihi... Mmm... Kalo kamu ga mau pipis, nih, matiin lampu flashnya dong, om... Soalnya Pitri mau pipis sebentar..."

Tangan Fitri tetap memegang penisku sambil berjalan perlahan ke tempat pipis di pincuran. Kemudian, dia menurunkan hotpants karet pinknya sampai batas lutut, dan berjongkok untuk pipis... Jadi posisi wajahya persis berada di depan penisku yg semakin tegang.

F: "Deketan atuh, Om... Biar bisa sekalian..."

A: "... ... ..."

Dengan sigap aku mematikan flashku sambil melangkah maju ke depan sehingga posisi testisku menempel ke pipi si Fitri. Tangannya tetap mengocok penisku dengan perlahan, namun dilakukan dgn genggaman yg kuat.

F: "Si Teteh pasti seneng banget dapetin qamuuh... Udah baik, gak pelit, pasti pinter ngewe kalo kontolnya gede begini"

Aku tidak menduga bahasa seliar itu bisa keluar dari mulut kecil nan menggairahkan yg selama di depan keluarga istriku selalu mengeluarkan kalimat yg santun. Aku tidak mengira di balik sosok sepupu istriku ini tersimpan figur iblis wanita yg ganas dan bisa keluar di saat2 tertentu... seperti yg terjadi padaku saat ini.

A: "Haha... kok kamu bisa bilang gitu, Fit? Ukuranku bukannya ukuran standar laki2 Asia?"

F: "(Sambil menempelkan bibirnya ke penisku)... Mmmh Pitri mah teu ngarti ... Mmmhh... urusan Asia Asia-an... Yg penting sekarang Pitri tau kalo kontol kamu gede! Lebih gede dari suami aquh...mmmhh"

Fitri yg masih dlm posisi jongkok dengan hotpants pink yg turun setengah, telah menempelkan bibirnya di penisku dan mulai menjilati ujung penisku dengan jilatan-jilatan kecil persis seperti yg aku inginkan! Jilatan jilatan kecil dekat lubang penis yg menimbulkan sensasi ngilu nikmat yg akan membangkitkan libido tinggi yg selama ini bersembunyi di dalam tubuhku.

Kemudian, dia mulai mengulum kepala penisku... bibirnya berusaha menyesuaikan dengan penisku dengan ukuran mulutnya yg mungil, dan kembali memainkan lidahnya di sekitar lubang dan lingkaran kepala penisku. Perlahan, dia mulai menjelajahi penisku lebih dalam; lebih turun lagi dan semakin ke bawah.

Aku merasa ujung penisku telah menyentuh sesuatu, yg menurutku adalah ujung kerongkongannya. Sepertinya dia berusaha menjangkau pangkal penisku, namun tak kuasa, sehingga ia tersedak dan mengeluarkan penisku dari mulutnya... Diikuti dengan air liur yg melimpah ruah dan masih tersambung antara penisku dan bibir mungilnya.

A: "Ouw... kamu seksi banget sih, Fit! Aku suka banget sama gaya blowjob kamu!"

F: "Ssshh.. Haaah... Pitri ga kuat kalo semua, Om! Sluurpp... Kontol kamu kok lain yah? Jadi penasaran.. sshhh.. masa aku ga bisa fellatio-in qamuuh..."

DAMN... Man! She knows about Fellatio! Suatu hal yg hanya berada dalam imajinasiku bahwa istriku suatu saat tahu banyak mengenai sex seperti apa yg kuharapkan... Namun ternyata harus kudapatkan dalam sosok sepupunya!

Akupun mulai memberanikan diri untuk lebih membungkuk. Sambil memegang hp, jemari tangan kiri kufungsikan untuk membelai rambutnya, sementara jari tangan kananku yg bebas mulai menurunkan sedikit retsleting bagian atas jaketnya, untuk kemudian masuk ke balik tanktop bagian atas... Dan ternyata benar: Fitri tidak pakai BRA!

Jemari kananku semakin leluasa membelai dan meremas-remas dada kirinya, sementara penisku masih berada dalam kuluman bibir mungil Fitri. Dengan perlahan kuapit putingnya dengan telunjuk dan jari tengahku, dan kupilin dengan sangat hati hati.

F: "uuhh... auw.. Kamu pinter banget sih sayaaang... Mmhhh... sayang pinter mainin pentil Pitri.. Eemmhhh.. (Sambil terus maju mundur perlahan memainkan penisku dlm mulutnya)"

A: "(berbisik) Sssttt... Jgn kenceng2, Fit! Nanti kedengeran orang ga enak akh! Terusin, Fit... Kamu suka yah blowjob-in aku?"

F: "Iya... MmpPhhrrr.. Pitri suka kontol kamu sayang! Cup..plup... Pitri suka nyepongin kontol kamu"

A: "Jangan lama2 atuh, Fit.. Gantian dong!"

F: "(matanya melihat ke mataku penuh tanda tanya dan melepas penisku dari bibir mungilnya) ... Gantian gimana maksudnyah, Om? Emang biss... Mmffff..."

Sebelum Fitri menyelesaikan kalimatnya, tanpa banyak cingcong langsung kukulum bibir nya sambil kumainkan spesialisasiku: French Kiss! Sambil melakukan itu, kuarahkan tubuh seksi dengan hotpants pink yg turun selutut itu untuk berdiri, sambil perlahan kuarahkan mundur sampai dia bersandar di betonan dinding bilik pincuran.

Alih2 berpikir untuk merekam peristiwa laknat nan nikmat tersebut, aku malah memasukkan smartphoneku ke dalam jaket sambil mencumbu sepupu istriku itu. Penisku kugesekkan sejajar dengan mulut vaginanya, sementara tangan kiriku membelai perlahan leher bagian belakang si Fitri. Bibir dan lidahku teleh berpindah ke leher sampingnya, sementara jemari kananku masih membelai puting sebelah kirinya yg sudah benar2 keras di balik tanktop pink yg dikenakannya.

F: "Gantian kumaha sih, Om? Aaahh... SiOm meni pinter pisan jilatin kuping Pitri... Mmmhh.. Uugghh.. Mmphh.."

A: "sluurpp.. mmhhh.. Ini belum, Fit! Maksudku gantian itu yg iniii..."

Seketika aku langsung berjongkok ke depan vaginanya, dan mengarahkan dia untuk sedikit mengangkang. Fitri pun menekuk kedua tangan di samping telinganya, dan merendahkan tubuhnya sedikit agar bisa mengangkangi wajahku. Melihat pubis tanpa bulu dan vagina yg sudah dlm posisi terangsang merekah persis di depanku, mataku gelap! Langsung kuserang vaginanya bertubi tubi dengan lidahku, mulai dari klitoris, sisi2 lubang vagina, dan kuusahakan untuk memasukkan lidahku sedalam2nya ke liang vaginanya. Tangan kanan Fitri mulai berubah posisi untuk menjambak rambutku seolah mengarahkanku ke bagian vagina yg diinginkannya untuk bersentuhan langsung dgn lidahku.

F: "..ooUhh.. Eeemmhh.. Aah.. Sshhhh.. Enak sayaang.. Aahhhh.. Eemhh.. Pitri baru sekali inih diginiin sama Om.. OUh.. Gatel, sayaang.. Ahhh..sshhh..."

A: "... ... ..."

Ia sudah tidak mempedulikan kata panggilan untuku yg terus menerus berubah: antara "om" dan "sayang". Namun begitu, aku tidak mempedulikannya. Tidak sepatah katapun keluar dari mulutku dan terus kujilati dan kuhisap vagina Fitri tanpa berhenti.

Untuk menambah sensasi, sambil menjilatinya, kubasuh jemari kananku dengan air yg mengalir di pincuran, dan setelah kulirik dan kuyakin bersih, segera kurapatkan telunjuk dan jari tengahku, untuk kemudian kumasukkan dengan sangat perlahan ke dalam vagina si Fitri. Semakin lama semakin dalam sampai jariku tenggelam sepenuhnya.. Dan kukocok vaginanya dengan perlahan dan speed yg semakin meningkat.

Saat kulirik ekspresinya seperti sedang menahan sesuatu, bibirku pindah menyusuri leher dan kemudian kukulum dan kujilati kupingnya -sementara tangan kananku tetap mengocok vaginanya-

A: "Gimana rasanya Fit?"

F: "mmmh.. mmhh.. Enak banget! Kamu pinter banget entotin Pitri pake tangan! Pitri belon pernah diginiin, Om.. Aah.. Terusin sayang.. Sshhh.. Aaah.. Mmh, Pitri sayang sama Om.. Aahh.."

Semakin kukenali mimik wajahnya seperti sudah ndak kuat menahan sesuatu yg sudah sedari tadi ditahannya. Semakin kupercepat kocokanku pada vaginanya, dan makin kuperdalam lidahku menyentuh telinganya. Sejenak dia berucap:

F: "mmh.. Oom, takutnya Pitri pipis inniiihhh.. Mmhpphh.. Mmpphh...."

A: "Ga apa2 Fit.. Pipisin aja tanganku jangan ditahan2 ya, geulis! Hayuk atuh aku mau lihat.."

Tetiba desahan Fitri semakin meninggi, pinggulnya bergoyang semakin hebat dan tangan kanannya mencengkeram tanganku dengan kuat. Khawatir berteriak, segera kuarahkan tangan kiriku menutup bibir mungilnya yg terbuka setengah itu.

F: "mmpphh.. Aah.. Aah.. Aaauuuw.. Aah.. Pitri pipis omm.. Pitri pipiiimmmpppfff... "

A: "Ssstt..(Tanganku membekap mulutnya)"

Benar saja, dalam sekejap aku merasa telunjuk dan jari tengahku seperti dijepit sekuat tenaga, dan seperti ada sesuatu yg mendorong keluar! Secepatnya kulepas jemariku dari vaginanya, dan...

SOOORRR... SRRRT.. SRRT..

Semburan pertama sangat kuat dan kencang..

Semburan kedua semakin berkurang..

Dan semburan terhenti setelah yg ketiga!

Ini adalah pertama kalinya kumelihat seorang perempuan squirt dengan mata kepalaku sendiri! Selain itu, ini juga kali pertama aku membuat serang perempuan squirt dalam hidupku!

Nafas fitri tersengal sengal.. memburu layaknya seseorang yg terpuaskan! Ekspresi yg sungguh berbeda dgn ekspresi buatan yg banyak kulihat di film biru yg banyak tersimpan di hardisk notebook-ku. Kakinya bergetar hebat, hingga tangan kananku yg basah karena lendir kenikmatan dari vaginanya harus menopangnya agar ia tidak terjatuh; dan dengan perlahan kulepaskan dekapan tangan kiriku yg menutup bibir mungilnya yg masih mengeluarkan desahan lemah. Keringat membasahi wajah dan lehernya, membuat penisku yg masih berada di luar celana semakin keras dan berkedut semakin kencang!

F: "(dengan suara tersengal sengal).. hhhh... hhh... Pitri pipis yah, Om? Maap yah, Om.. hhh.. hhhh.."

A: "(dgn suara berbisik di telinga Fitri)... Gapapa Fitri sayaaang... Ekspresi kamu bener2 nafsuin banget tadi.. Puas banget aku liatnya"

F: "hhh.. Pitri lemes banget.. Tapi kamu kan belomaaan.."

A: "(berbisik dgn nada menenangkan).. Gapapa, Fit.. Kan aku masih 4 hari lagi di sini. Nanti2 juga gapapa.."

F: "..hhhh..hhhh..tapi nanti belum tentu nemuin waktu kaya gini lagi, sayaaang!"

A: "Sssttt..jgn teriak, Fit! ga enak sama orang orang"

F: "tenang aja,sayang.. Mulai jam 7 malem jarang ada orang yg ke sini...soalnya banyak yg bilang di sini angker, dan pada males juga ke sini soalnya gelap, ga keliatan jalannya... Kaya kita tadi.. Tapi kalo kita kan makin ga keliatan makin nempel.. Makin nempel jadi makin enak, ya kan sayang??"

Kemudian dia kembali menciumku, dan lidah kami kembali berpagutan satu sama lain. Sejenak Fitri melepaskan pagutannya, menengadahkan tangan kiri ke dekat bibirnya yg merekah, dan meludah. Setelah itu, dia meraih batangku yg masih tegak berdiri, mengusap batang penisku dengan ludahnya dan menggerakkan tangannya maju mundur dgn perlahan, sementara bibirnya kembali memagut bibirku dengan rakusnya!.

Gadis Cantik Berjilbab

Memperkosa Cewek Berjilbab Cantik sangatlah sedap, enak dan nikmat. Sebetulnya aku bukanlah seorang pemerkosa. Aku juga bukan lelaki hipersex yang hobi jajan di lokalisasi. Aku adalah seorang lelaki beristri. Tetapi, kejadian spontan telah membuatku menjadi orang yang terobsesi pada sex dengan kekerasan. Ya, tepatnya, aku kini jadi pemerkosa. Spesialisasiku, memperkosa perempuan berjilbab !

Siang itu, aku berhenti di depan sebuah warung kecil. Mau beli Rokok. Baru sekali ini aku ke warung ini. Seperti aku bilang tadi, aku mau beli Rokok. Rokok biasanya dipajang di bagian depan warung. Saat itulah kulihat seorang perempuan tengah nungging membelakangiku. Kelihatannya ia sedang menata barang dagangan.

Kalian pasti membayangkan aku melihat paha yang tersingkap di balik rok. Tapi tidak seperti yang kalian bayangkan, Jangan keliru dulu. Yang kulihat justru perempuan dengan busana serba tertutup. namun baju dan celana serba ketat, ketika itu dia sedang mengenakan baju lengan panjang berbahan seperti wool mungkin bisa di sebut sweater dengan corak garis belang hitam putih dan memakai celana span yang ketat.dan tentu saja Pada posisi menungging seperti itu, celana dalamnya yang berwarna merah dan jenis G-STRING Cukup jelas terlihat karena celana span ketatnya agak sedikit melorot.

Yang pertama menarik perhatianku justru bokongnya. Dari belakang terlihat bundar. Di bundaran itulah terlihat jelas celana dalamn G-STRING-ya. Entah mengapa aku jadi tertarik mengamati terus gerakan bokong perempuan itu. Sekitar lima menitan aku pandangi bokong itu. Yang terlihat di mataku kini bercampur dengan imajinasi bokong telanjang. Tambah parah lagi ketika perempuan seksi itu menggaruk pantatnya tanpa sadar ada yang mengawasi. Tanganku rasanya gatal, ingin mengelus dan meremas pantat bundar itu. Akhirnya, perempuan itu menyadari kehadiranku. Ia menoleh ke belakang dan terkejut.

“Eh… mau beli apa pak ?” katanya di tengah keterkejutannya.

Aku lebih terkejut lagi. Ternyata, perempuan ini sangat cantik. Usianya memang tak muda lagi. Mungkin sudah sekitar tiga puluh tahunan. Tapi wajahnya itu lho yang bikin aku nggak bosan memandangnya. Putih, amat putih malah, bersih dan lembut mulus pula walaupun memakai pakaian tertutup tapi saya sedikit melihat pinggang dan bokongnya yang putih dan mulus itu…..Aku berlagak mencari-cari barang sambil terus menerus mencuri kesempatan memandang wajahnya. Sesekali kuajak ngobrol dia. Suaranya juga lembut, selembut wajahnya. Pikiranku mulai ngeres. Membayangkan rintihannya ketika memeknya ditembus kontolku.

“Jadi sendirian nih, Mbak ?” komentarku, keceplosan saking excitednya.

“Iya, Pak. Sebentar lagi anak-anak juga pulang,” jawabnya tanpa curiga.

Aku masih asyik dengan bayangan tubuh telanjangnya ketika ide jahat melintas begitu saja. Itu terjadi ketika kulihat sebilah pisau dagangan yang dipajang. Cepat sekali itu terjadi. Aku asal saja mengambil barang-barang dan kutaruh di meja kasir di hadapannya.

“Aduh, Mbak… saya kok kebelet pipis. Bisa numpang ke belakang nggak ?” kataku, mulai menjalankan rencana jahatku.

“Eh… gimana ya….?” katanya ragu. Aku tahu ia ragu, karena ia sendirian di rumah.

“Gimana nih…. udah nggak tahan, Mbak,” kataku sambil demonstratif meremas selangkanganku di hadapannya.

Kulihat wajahnya memerah.

“Eh…. tapi tunggu sebentar ya… kamar mandinya berantakan. Saya rapikan sebentar,” sahutnya sambil bergegas ke dalam.

Aku langsung menutup pintu warung dan menguncinya. Lalu, kuambil pisau dan menyusul perempuan tadi. Sekilas kulihat ia keluar dari kamar mandi dan menaruh BH ke mesin cuci.

“Gimana ? Dah nggak tahan nih,” kataku lagi sambil meremas selangkanganku dan melangkah ke arahnya.

Ibu muda itu kelihatan jengah karena melihatku ada di dalam rumah. “Eh… sudah, silakan,” katanya dengan wajah menunduk.

Karena menunduk itu, ia kaget betul waktu aku berhenti di depannya. Ia mengangkat wajahnya dan seketika terlihat pucat waktu kuacungkan pisau ke arah perutnya.

“Angkat tangan dan jangan melawan !” kataku setengah berbisik.

Ia tampak ketakutan betul. Tangannya segera terangkat. Kusuruh ia berbalik menghadap tembok. Kedua tangannya kemudian kuturunkan dan kuikat dengan BH yang kuambil dari mesin cuci. Lalu, kuputar tubuhnya hingga menghadapku.

“Jangan… tolong, jangan apa-apakan saya…” katanya dengan suara gemetar.

“Jangan takut, saya cuma mau senang-senang sedikit,” kataku sambil menjulurkan tangan ke dada kanannya yang tertutup jilbab.

Ibu muda ini memekik kecil. Wow… teteknya terasa kenyal dan mantap.

“Kamu nggak pake BH ya ?” kataku sambil mencubit putingnya dari luar jilbab. Ia terus menggeliat-geliat.

“Siapa namamu ?” kataku sambil memencet putingnya agak keras.

“Aduh…. aduh… Lestari… aduh, jangan keras-keras….” ia merintih-rintih.

Kulepaskan jepitanku pada putingnya. Tetapi kini tanganku mulai merayap ke perutnya yang ramping. Terus turun ke pusarnya dan akhirnya berhenti di selangkangannya. Kuremas-remas gundukan memeknya.

“Ohhh… jangan… jangan….” Lestari menggeliat-geliat.

“Jangan takut Mbak… saya cuma mau main-main sebentar…” kataku lalu berlutut di hadapannya.

Tanganku kemudian masuk ke balik celananya. Menyusuri kulit tungkainya yang mulus. Lalu perlahan kutarik turun celananya. Perempuan itu mulai terisak. Apalagi, kini kupaksa kedua kakinya merenggang. lalu ku perosotkan celana spannya hingga hanya tersisa g-string merahnya. Wow… indah sekali memeknya yang tembam di balik g-stringnya membuat birahiku semakin tinggi

Karena birahiku sudah memuncak, akhirnya kubuka g-stringnya dan sekarng Memek mulusnya yang tanpa rambut. Gemuk dan celahnya terlihat rapat itu sudah sangat jelas terlihat. dan tak sabar, langsung kuciumi memek cantik itu…

Lestari terisak, memohon-mohon agar aku melepaskannya. Ia pun menggeliat-geliat menghindar. Tetapi, mulutku sudah begitu lekat dengan pangkal pahanya. Kujilati sekujur permukaan memeknya sampai basah kuyup. Lidahkupun berusaha menerobos di antara celah memeknya. Agak sulit pada posisi seperti itu. Maka, kugandeng Lestari ke kamarnya. Setengah kubanting tubuhnya ke atas ranjangnya sendiri. Ibu muda itu menjerit-jerit kecil ketika dengan kasar kucabik-cabik baju sweaternya dengan pisau. Sampai akhirnya, tak ada sehelai kainpun kecuali jilbabnya.

Kupandangi tubuh yang putih mulus itu. posisinya mengangkang dengan Kedua kakinya terangkat siap untuk di tusuk kontol. Teteknya berguncang-guncang ketika ia menangis. Dengan penuh nafsu kucengkeram kedua teteknya dengan kedua tanganku, lalu kuciumi kedua putingnya. Sesekali kugigit-gigit benda mungil itu.

“Jangan berteriak keras-keras ya. Cukup mendesah-desah saja. Kalau Mbak Lestari berteriak terlalu keras, aku bisa marah dan kupotong puting Mbak ini,” kataku sambil menjepit puting kanannya, menariknya ke atas dan menempelkan mata pisau ke sisinya. Lestari tampak ketakutan dan menggigigit bibirnya.

Aku kemudian melorot turun. Wajahku tepat di hadapan selangkangannya. Kuangkat paha perempuan itu hingga terentang lebar, lalu kudorong ke arah tubuhnya. Kini tubuhnya melengkung dan pangkal pahanya terangkat ke arah wajahku. Perlahan, lidahku menjilat alur lubang memeknya dari bawah ke atas, persis seperti adegan video bokep jepang yang ku download di situs bokepdo.club.

“Eungghhhhh….” terdengar Lestari mengerang.

Tak sabar, aku menguakkan bibir memeknya dengan jemariku. Lebar-lebar sampai terlihat bagian dalam lubang memeknya yang pink dan lembab. Jantungku berdegup kencang. Baru kali ini aku melihat dari dekat bagian dalam lubang memek selain milik istriku. Lebih berdebar lagi, karena memek yang satu ini milik seorang perempuan alim berjilbab.

Antara degup jantung dan dorongan gairah itu, kujulurkan lidahku sejauh-jauhnya ke lorong itu. Soal rasa tidak penting kuceritakan. Tetapi, sensasinya itu yang luar biasa. Tubuh Lestari bergetar hebat diiringi erangan dari mulutnya. Hampir tak henti-henti ia meratap-ratap diiringi isaknya.

“Jangan… jangan…. ouhhhh…. jangan…. “

Ratapannya makin menjadi-jadi saat lidahku menyerang klitorisnya dengan sapuan yang intens. Istriku bisa menjerit-jerit histeris jika itu kulakukan pada klitorisnya. Kulirik Lestari memejamkan mata dan menggigit bibirnya. Kepalanya menggeleng-geleng. Kutusukkan dua jariku dan mengaduk-aduk memeknya. Akibatnya lebih hebat lagi. Lestari merintih-rintih dengan suara yang mirip seperti suara istriku menjelang orgasme. Memeknya terasa amat basah. Kugerakkan jariku makin cepat. Lalu, kusedot-sedot klitorisnya. Tiba-tiba, Lestari mengerang panjang dan kedua pahanya mengatup hingga menjepit kepalaku. Tubuhnya mengejang-ngejang. Saat itulah kugigit bibir memeknya dengan gemas. Terdengar Lestari memekik kesakitan. Dari gelinjang kenikmatan, ia kini meronta-ronta kesakitan, berusaha menjauhkan pangkal pahanya dari gigitanku.

“Sakit….sakit, aduh… sakit… lepaskan….” rintihnya memelas.

Aku lepaskan gigitanku lalu kedua lututku menekan pahanya hingga mengangkang. Terlihat bekas gigitanku di memeknya. Tetapi bibir memeknya memang terlihat mengkilap oleh cairan memeknya sendiri.

“Kamu suka ya diperkosa ?” kataku sambil kali ini menusukkan tiga jari ke memeknya yang basah.

Orgasme Lestari tadi rupanya tertunda. Buktinya, ketika tiga jariku menusuk memeknya, otot-ototnya langsung bereaksi seperti meremas ketiga jariku. Ibu muda itu pun mengerang dan merintih….

“Ouuhhhh… jangannnhhh…aihhhh….oummmmhhhh…” desahannya makin menjadi ketika bibirku menangkap puting kanannya dan menghisapnya kuat-kuat.

Aku tahu perempuan ini orgasme saat mendengar rintihannya. Sangat mirip rintihan istriku ketika orgasme. Otot-otot memeknya juga mencengkeram tiga jariku sementara pinggulnya bergerak tak terkontrol. Kupandangi wajah sayu Lestari dengan penuh nafsu. Dia menggigit bibirnya sendiri. Matanya terpejam. Tiga jariku masih menusuk memeknya yang terlihat amat becek. Tubuh telanjang ibu muda berjilbab ini terlihat bergetar menahan sisa-sisa orgasmenya. Sampai akhirnya, Lestari benar-benar terkapar lunglai. Kedua tangannya masih terikat di belakang punggung, mengganjal pantatnya sehingga bagian pinggulnya mendongak ke atas. Tubuhnya bermandi peluh. Kedua pahanya mengangkang lebar. Kutarik keluar tiga jariku, kunikmati pemandangan lubang memeknya yang membentuk huruf O dan perlahan mengatup kembali.

“Ok… sekarang giliranku,” kataku sambil menempatkan diri di tengah pahanya yang mengangkang.

Lestari cuma bisa menggeleng lemah saat kepala kontolku mulai menyusup di celah memeknya. Kupaksa ia mengulum tiga jariku yang berlumur lendir dari memeknya sendiri.

“Kamu belum pernah menjilat memekmu sendiri kan ?” kataku.

Lestari terisak-isak sambil mengulum tiga jariku yang berlumur lendir kemaluannya sendiri. Terlihat keningnya berkerut. Kepala kontolku sudah terjepit di mulut lubang memeknya yang terasa sangat basah. Aku ingin memberinya sedikit kejutan. Tanpa peringatan sama sekali, langsung kuhentakkan kontolku jauh sampai ke dasar memeknya. Kontolku terasa menerobos lorong sempit yang berlendir.

Suara benturan biji pelirku dengan pangkal pahanya terdengar cukup keras. Reaksi Lestari juga luar biasa. Kedua matanya tiba-tiba membelalak. Kalau saja mulutnya tidak sedang mengulum jariku, mungkin dari mulutnya akan terdengar jeritan. Tetapi kini yang terdengar hanya gumaman tak jelas. Bahkan, jariku terasa agak sakit karena digigit ibu muda ini. Tetapi yang jelas, kontolku kini terasa seperti diremas-remas oleh otot-otot memek perempuan berjilbab ini.

Genjotan ku semakin dipercepat hingga akhirnya aku spermaku tak tertahankan dan muncrat di dalam memeknya, sungguh luar biasa memek cewek cantik satu ini sangat sempit legit dan nikmat hingga aku hanya tahan beberapa menit saja ngentot dengannya, padahal kalau ngentot dirumah dengan istriku, aku bisa kuat puluhan menit.

Setelah puas aku tinggalkan tubuh bugil lestari yang terkulai lemas di tempat tidur, ketika aku keluar ternyata ada anaknya yang baru pulang sekolah, untung saja ngentotnya udah selesai.

Anak Tiriku

Cerita Dewasa ini dimulai saat Aku menikah dengan Mas Ari ketika usiaku 19 tahun. Mas Ari (35 tahun)telah punya anak dari isteri pertamanya yang menuinggal dunia, karean cancer. Anak Mas Ari bernama Jaya. Anak tunggal yang gagah berusia 13 tahun. Beda usia kami hanya berkisar 6 tahun.
Ketika itu, Mas Ari memiliki dua buah perusahaan real estate. Sati di kabupaten yang kami tinggali dan
satulagi di provinsi lain. Mas Ari selalu saja pulang pergi dengan kerjak erasnya.
Sejak aku bisa nyetir sendiri mobil baru yang dibelikan Mas Ari, aku selalu keluar masuk salon, untuk merias diriku. Saat aku merias diri di kamarku, Jaya kulihat selalu mengintipku. AKu takut melarangnya. Jangan-jangan, dia melapor ke ayahnya dan laporan itu cepat ditanggapi, maka rusaklah aku. Sementara aku butuh perlindungan untuk jadi isteruinya yang setiap bulannya mampu mengiriimkan uangk e kampung untuk ayah danibuku yang petani.

Saat aku keluar kamar, aku masih melihat di balik celana Jaya benjolan. Pasti jalan tolnya lagi ngaceng, saat melihat aku merias diri, dengan memakai celana dalam tanpa bra. Aku tahu, masa usianya, masa yang sangat sensitif sekali. Kuraih pundaknya dan kurapatkan ke dadaku. Kulihat Jaya seperti menutup matanya, seperti menikmati buah dadaku yang tanpa bra itu. Aku tersenyum. Terlebih mas Ari baru saja pergi ke luar provinsi mengurus real estatenya. Tiba-tiba tubuhku berdesir. Jaya yang ganteng dala usianya yang snagat muda, membuat aku lebih cepat menggelora dibandingkan dengan Mas Ari yang usianya jauh lebih tua dariku.
Kupeluk dan kuelus-elus kepalanya. Perlahan kubuka kancing blus-ku. Kutarik ke atas dan kurapatkan pentil teteku ke mulutnya. Jaya masih menutup matanya. Tak sabar, kulepaskan pakaianku, hingga aku setengah telanjang. Kugesek-gesekkan kedua buah dadaku ke pipinya.
“Isap tetek tante..” kataku berbisik. Jaya memang memanggilku tante, bukan ibu. Perlahan Jaya membuka mulutnya dan mengisap pentil tetek ku dengan lembut. Uh… gila bener. Tubuhku terasa bergetar.

Saat itu, kubuka bajunya, hinga Jaya juga setengah telanjang. Bergantian kuberikan pentil tetek ku untuk diisapnya.
“Kamu pasti mau ini, kan?” tanyaku berbisik. Jaya tak menjawab. Dia terus mengisap-isap tetekku.
Aku sudah tak tahan. Kulepas rok-ku. Aku sudah telanjang bulat. Kuminta Jaya melepas celananya pula. Jaya dengan sigap mengikuti permintaanku. Aku memeluknya dan perlahan membimbingnya ke karpet dekat kursi tamu. Kurebahkan diriku.
“Naik ke tubuh tante,” pintaku. Jaya meaiki tubuhku. Kutuntun burungnya yang mengeras ke arah lubang vaginaku. Burung berukuran sedang itu dengan cepat hilang tertelan vaginaku. Kubiarkan sesaat. Nyatanya, Jaya tak lama bertahan. Dia mulai menarik-cucuk jalan tolnya di vaginaku. Aku merasakan sensasi yang luar biasa. Baru beberapa kali dia menarik-cucuk jalan tolnya itu,. dia sudah merangkulku dengan kuat. AKu tahu dia pasti orgasme. Benar… crooot…croot…croot, maninya tumbah dalam liang vaginaku. Sebenarnya aku sangat kecewa. Tapi aku harus sabar, kalau aku ingin menikmati tubuh Jaya. Usianya memang masih sangat mentah.

Jaya terkulai di atas tubuhku. Perlahan aku mendorongnya ke samping dan menyelimutinya. Sepuluh menit kemudian dia berdiri dan pipis ke kamar mandi. Aku tersenyum.
“Bagaimana… enak?” tanyaku. Jaya tak menjawab. Wajahnya tertunduk. Kubimbing dia naik ke tempat tidur di kamar. Kuselimuti tubuhnya, menungu dia segar kembali. Jaya membelakangi tubuhku. Dia menghadap ke dinding. Mungkin dia masih malu dan sungkan. Setelah 20 menit, aku perlahan memeluknya dari belakang dan membelai-belai dadanya. Kurapatkan buah dadaku ke punggungnya.
“Kamu hebat..” kataku. Jaya diam saja. Tanganku terus mengelus sekujur tubuhnya. Sampai ke jalan tolnya dan buah jakarnya. Walau Jaya masih tetap membelakangi tubuhku, namun aku merasakan jalan tolnya mulai bangkit. Dengan sabar aku terus mengelusnya, sementara, vaginaku sudah basah berlendir. Dan jalan tol Jaya sudah mulai keras. Cepat kulepaskan selimutnya. Kutarik tubuhnya agar telentang. Langsung aku menaiki tubuh anak tiriku itu. Kuarahkan jalan tolnya menusuk lubang vaginaku. Aku yang sudah sangat horny, mengguyang tubuhnya dari atas. Sebelah tetekku kuarahkan ke mulutnya dan Jaya mengisapnya. Aku sepertai kesetanan. Terus kuguyang dan kugoyang dari atas. Tubuh kami benar-benar rapat bersentuhan dan bergesekan. Akhirnya kutekan semakin dalam tubuhku, hingga jalan tolnya benar-benar hilang dan aku bergetar. Aku benar benar orgasme.
Dengan cepat kubaliknya tubuhku. Kini Jaya sudah berada di atas tubuhku. Aku tak mau, dia kehilangan kenikmatan. Kukangkankan kedua kakiku.

Jaya mulai menarik-cucuk jalan tolnya dalam lubangku yang sudah basah dan becek. Makin lama, Jaya mengocok lubang vaginaku semakin cepat dan cepat. Aku tahu, tak lama lagi dia pasti orgasme. Walau sebenarnya aku sudah lemas, tapi aku tak mau mengecewakan Jaya. Kujepit kedua kakiku ke punggungnya.
“Aaaakkkhhh…” Jaya berteriak pelan, sembari amenekan jalan tolnya sekuat-kuatnya ke dalam vaginaku dan memelukku kuat sekali. Tanpa sadar, dia menggigit pentil tetek ku, membuat aku blingsatan. Croooot…crooot…croot… Terasa mani Jaya memasuki rahimku. Kupeluk dia dan kucium pipinya.
“Kamu hebat Jaya. Kamu hebat…” bisikku ke telinganya.

Kami makan malam. Seusainya, Jaya terlihat begitu letih. Ketika dia mau masuk ke kamar tidurnya, aku memanggilnya.
“Kalau papamu tidak di rumah, kamu boleh tidur bersama tante,” kataku. Jaya mengangguk, lalu menuju kamar tidurku. Anak kecil yang terlalu cepat deawa, bisikku. Sejak saat itu, kami setiap malam tidur bersama. Aku sengaja tidak mengodanya. Tapi bila Jaya mulai meraba-raba tubuhku, itu pertanda dia mau menyetubuhiku dan aku langsung merespons-nya. Memang aku selalu terangsang, bia dekat dengannya.

Makin lama, Jaya semakin matang dalam bercinta. Aku sengaja memutar film-film biru dari VCD, agar Jaya pintar melalkukannya. Mas Ari juga semamin senang padaku, melihatr kedekatanku dengan putra tunggalnya Jaya. Mas Arisemakin menyayangiku. Terlebih melihat Jaya begitu manja kepadaku.

“Mungkin usia kami yang tidak terlalu jauh berbeda, membuat Ari tidak sungkan berteman denganku,” kataku pada Mas Ari. Aku takut, rahasaia kami terbongkar.
“Pertahankan itu. Kasihan Jaya, dia sudah memiliki ibu, Kamulah ibunya. Kamu pasti mampu menggantikan ibunya. Tidak seperti kata orang, ibu itu kejam, ternyata kamu tidak,” puji Mas Ari. Aku tersenyum dan Mas Ari juga tersenyum.

“Jaya… papa pergi dulu ya. Mungkin 10 hari. Jaga tante kamu ya…” pesan Mas Ari saat dia pergi mingu pagi itu ke luar provinsi mengurusi real estate-nya. Begitu mobilnya perlu dan derunya semakin jauh. Jaya langsung menghambur ke pangkuanku dan menciumi bibirku.
“Tante, kita ke kamar yuk…” pintanya.
Kami pun menuju pakar dan melepas semua pakaian kami.

Ngentot Mertuaku Sendiri

Keluarga istriku terdiri dari ibunya yang tak lain adalah mertua ku. Namanya Heny, umurnya baru 38 tahun, kelahiran tahun 1974. Mertuaku yang peracik jamu ini adalah istri ketiga dari camat di kampungya dari pernikahannya yang menghasilkan tiga anak. Anak pertama Cheny, 24 tahun, bekerja pada salah satu toko swalayan di Bandung, kedua Venny yang menjadi istriku, 22 tahun, seorang karyawati di perusahaan swasta dan ketiga Nony masih 20 tahun, baru lulus SMU dan masih menganggur. Ketiga wanita inilah yang pernah menjadi santapan seksualku.

Mertua ku yang biasa kupanggil Mama ini pindah ke Bandung setelah suaminya meninggal dan tinggal di rumah anak dari istri pertama suaminya. Sebenarnya suaminya memiliki cukup banyak harta tetapi karena mertuaku kawin di bawah tangan, jadi dia tidak mendapatkan harta warisan apa-apa selain perhiasan-perhiasan dari suaminya itu. Karena ada perselisihan, mertuaku dan ketiga anaknya pindah dari rumah itu dan memulai usaha menjadi penjual jamu gendong untuk menafkahi ketiga anaknya. Namun karena sekarang ini dia merasa sudah tidak mempunyai tanggungan apa-apa lagi dan juga telah mempunyai rumah di pinggiran kota Bandung, dia sudah berhenti dari kegiatannya itu. Aku dan istri setiap akhir bulan selalu menyempatkan diri ke rumah mertuaku sekaligus membawa uang ala kadarnya sekedar untuk menambah biaya hidup sehari-hari.

Namun pada hari itu, Sabtu, entah kenapa istriku tidak enak badan dan menyuruhku pergi sendiri saja. Kubawa motorku ke arah selatan kota Bandung hingga satu jam kemudian aku sampai di rumah yang sederhana tapi kokoh itu. Rumah itu sepi namun pintunya terbuka lebar-lebar. Seperti biasanya kurebahkan tubuhku di bangku bale- bale bambu yang ada di ruang tamu untuk melepas lelah. Tak lama kemudian mertuaku datang. ”Eh, Dik Willy, sudah lama Dik?” Dia menyapaku memang kesannya basa- basi tetapi sebenarnya tidak. ”Enggak, barusan kok”, jawabku menyambut sapaannya. “Mana Ida?”, tanyanya. ”Lagi sakit, Ma. Katanya demam tuh, kusuruh istirahat saja” jawabku. ”Oh, wah, wah, wah, jangan-jangan tanda-tanda mau punya anak tuh”, ujar mertuaku senang. Memang dia ini sangat mendambakan cucu dari pernikahan kami. ”Mudah-mudahan, Ma” ”Ya sudah, sudah makan belum. Mama punya sayur asem sama ikan asin pake sambel terasi, kamu mau nggak?”, mertuaku menawariku makan. ”Iya, aku mau banget tuh” Bergegas aku ke ruang makan dan melihat hidangan yang ditawarkannya itu masih belum disentuh siapapun. Sambil makan kami mengobrol lagi. ”Nony ke mana Ma?” tanyaku. ”Katanya piknik sama temen-temennya ke luar kota, kemarin sore berangkatnya” ”Oh”, jawabnya. Memang mertuaku hanya tinggal berdua dengan Nony karena Cheny lebih memilih kost di dekat tempatnya bekerja.

Kami mengobrol tentang macam-macam sampai obrolan yang nyerempet-nyerempet. ”Kamu ini sudah hampir dua tahun kok belum punya anak juga?” ”Ya enggak tahu tuh, Ma” ”Apa kamunya yang nggak bisa? Kalo nggak bisa sini Mama ajarin” ”Ajarin apa, Ma?” ”Mama buatin jamu biar subur” ”Ah bisa aja Mama nih” Obrolan sengaja kupancing dan kuarahkan ke masalah seksual. ”Ma saya boleh nanya nggak?” ”Apa?” ”Dulu Pa’e sering dibuatin jamu nggak?” ”Ya kalo lagi sakit aja” ”Untuk yang lain?” ”Yang lain tuh apa?” ”Jamu kuat lelaki misalnya?” ”Ha, ha, ha, kamu ini ada-ada saja. Nggak usah pake begituan juga mertua lakimu itu sudah kuat, kok. Malah sebelum mati dia nambah lagi satu” ”Jadi nggak pernah sama sekali, Ma?” ”Pernah sich sekali-kali. Itu juga dia yang minta” ”Terus Mamanya gimana?” ”Ya tokcer lah, ha, ha, ha, eh, kamu kok tanya itu sih?” ”Terus sekarang ini Mama kalo lagi pengen gimana?” Wajahnya sedikit memerah tetapi dijawabnya juga, “Ya, banyak-banyakin aja kerjaan, ya masak, nyuci piring, nyapu pekarangan, entar juga lupa, terus sudahnya, capek, ya tidur” ”Oh”, jawabku. ”Kamu ini nanyanya ngawur, aja” ”He, he, he..” ”Sudah sore sana mandi” ”Iya Ma” Sementara aku mandi, kurasakan penisku yang sudah berdiri tegak. Kukocok penisku sambil membayangkan tubuh mertuaku. Mertuaku ini masih lumayan kencang walau sudah memiliki anak tiga. Menurut istriku, dia rajin luluran kulit sawo matang disertai dengan minum jamu rutin. Perutnya masih cukup ramping walaupun sudah ada sedikit lipatan-lipatan lemak. Buah dadanya yang berukuran 36B itu tetap kencang karena ramuan dari luar disertai jamu-jamuan demikian juga dengan bongkahan pantatnya. Satu hal lagi, dia ini tidak pernah memakai daster, atau baju apapun. Pakaian sehari-harinya adalah kain kebaya dengan kemben yang dililit hingga dadanya. ”Dik Yanto, nanti kalau sudah airnya diisi lagi ya?” ”Iya, Ma”.

Setelah mandi kupompa air di luar kamar mandi sementara itu mertuaku berjongkok mencuci piring di bawah pancuran pompa tangan. Ember yang telah terisi kubawa ke kamar mandi untuk diisikan ke bak, begitu seterusnya hingga penuh. Sambil memompa kuperhatikan belahan buah dada mertuaku hingga membuat penisku berdiri lagi hingga tak sadar handukku terlepas. ”Wah, semalem belum dikasih ‘makan’ ya?”, begitu sindir mertuaku. ”Iya nih, Ma” ”Kenapa sih kamu kok cuma liat nenek-nenek aja langsung berdiri?” ”Abis Mama montok sih”, jawabku asal saja. ”Hus, apanya yang montok” ”Itu belahan teteknya, makanya saya jadi begini” ”Oh ini, mau lihat?” ”Iya, mau, mau Ma” Sejenak dia berbalik terus membuka kembennya hingga perutnya yang cukup ramping itu terbuka. ”Nih, liat aja”, katanya sambil kupegang buah dadanya. ”Eh katanya cuma liat?” ”Ya liat sama pegang, Ma” Kuremas-remas buah dadanya hingga nafasnya tersengal. ”Sudah To, sudah” Tapi aku terus saja meremasnya dengan bersemangat. ”Sudah To, Mama mau mandi dulu” ”Bener mau mandi apa mau yang lain?” ”Bener Mama mau mandi” ”Nanti lagi ya?” Mertuaku tidak menjawab, hanya berlalu ke kamar mandi.

Aku tunggu di kamar tidurnya hingga beberapa menit kemudian mertuaku sudah masuk ke kamarnya lagi. Tubuhnya hanya berbalut kain saja. Yang membuatku kaget adalah mertuaku membuka begitu saja kainnya di hadapanku yang masih berbaring. Kulihat buah dada yang cukup sekal tadi disertai dengan perut yang ramping dan pantat yang montok. Yang membuatku tak tahan adalah belahan vaginanya yang berbulu sangat lebat berbentuk segitiga. Pelan-pelan kudekati dia dengan pelukan yang cukup hangat dan ciuman yang kuat di bibirnya, mertuaku hanya pasrah saja. Kuteruskan tindakan yang tadi kulakukan di luar. Kali ini aku berjongkok lalu kumainkan vaginanya dengan mulutku sementara tanganku naik turun bergantian. Kuremas-remas bongkahan pantatnya yang padat itu dengan tangan kanan dan tangan kiriku memelintir-melintir puting susunya dengan sesekali menjumput dan meremas buah dadanya itu. Begitu terus bergantian dengan tangan kanan dan kiri. Pada saat yang bersamaan kuhisap-hisap dengan gemas bibir vaginanya.

“Aghh, aghh, aghh”, suara itu keluar dari mulut mertuaku di iringi dengan suara dari mulutku yang terus menghisap vaginanya yang banjir itu. Begitu seterusnya hingga, “Udahh, aghh, masukin aja punya kamu, To”. Aku rebahkan mertuaku ranjang dengan pantat dan pinggulnya berada di pinggir ranjang, kedua kakinya kuangkat ke bahuku. Aku berlutut di lantai dengan penisku berada tepat di pintu liang vagina itu. Kumain-mainkan dulu kepala penisku di kelentitnya dengan berputar-putar lalu baru kuturunkan ke vaginanya. Perlahan tapi pasti kumasukkan penisku ke liang vaginanya. ”Eghh.., sstt, pelan-pelan, To” ”Mama kayak perawan aja” Setiap dorongan sepertinya ada yang mengganjal penisku di dalam vaginanya. ”Eghh, aduh sakit, To” ”Hah, sakit?” Sambil mendorong kugoyang-goyangkan juga pinggulku ke kiri dan ke kanan supaya lorong vaginanya agak melebar. Setiap dorongan juga kutarik sedikit penisku keluar lalu kudorong lagi supaya bagian yang sulit ditembus itu agak terbuka. Lalu, sleb, sleb, sleb, dengan tiga kali dorongan penisku sudah masuk semua ke dalam rongga vagina mertuaku. Aku berdiam sesaat hingga kurasakan denyutan kecil seperti hisapan-hisapan lembut. Ternyata mertuaku mempunyai vagina yang bisa menghisap-hisap penis. Mungkin karena jamu-jamuan yang rutin diminumnya sehingga dia bisa seperti ini.

“Ayo To, nunggu apa lagi?” Kutarik dengan diiringi helaan nafasku, lalu ku dorong lagi hingga bless, bless, bless, penisku tertancap hingga pangkalnya. Keluar juga suara kecipak dari vagina mertuaku. Dari mulut kami juga keluar suara-suara desahan dan lenguhan nafas kami mewarnai suasana yang erotis. ”Aghh, aghh, aghh, shh, ohh, aghh”, begitu suara deru nafas mertuaku. Aku tetap berkonsentrasi supaya penisku tidak menembak lebih dahulu dan orgasme namun karena nikmatnya vagina mertuaku ini membuatku tak tahan. Namun dengan mengatur nafas aku bisa mengimbangi permainannya. Sudah hampir satu jam kami saling asyik masyuk sampai tanda-tanda akan orgasme terasa pada kami.

Kulihat gerakan mengejang dari perut mertuaku dan juga wajahnya yang semakin terlihat gelisah disertai keringat dan matanya yang turun seperti fly, kepalanya yang bergeser ke kiri dan ke kanan, tangannya juga berusaha menggapai apa yang bisa diremas. Itu biasanya gejala wanita yang akan orgasme. Tak lama kemudian, “Aghh, cepetan To, aku mau nyampe nih” ”Aku juga, aghh” ”Iiihh, aghh, ehmm, aghh” Begitu jeritan kecil dari mulut mertuaku disertai deru nafasnya menandakan bahwa dia telah orgasme. ”Ughh, ughh, ughh”, begitu sisa nafasnya menikmati sensasi orgasme yang tiada tara. Aku juga merasakan hal yang sama dengan mengejangnya seluruh tubuhku dan menyemprotnya spermaku, entah berapa kali kusemprotkan cairan penuh kenikmatan ini ke dalam rahim mertuaku.

Tubuh kami langsung lunglai. Aku langsung berbaring telungkup diatas mertuaku dengan kondisi penis yang masih menancap di vaginanya. Tak lama kemudian peniskupun layu dan terlepas dengan sendirinya dari liang vagina yang nikmat itu. ”Kamu hebat juga, To” ”Iya dong, Ma” ”Jangan panggil Mama lagi” ”Siapa dong?” ”Heny aja” ”Iya Hen, ughh gimana enak nggak?” ”Enak tenan, lho” Mata mertuaku langsung sayu dan terpejam lalu tertidur. Aku turun dari tubuhnya dan juga merasa mengantuk sekali hingga aku juga tertidur. Tak terasa kami tertidur hingga aku terbangun dan mertuaku masih di sisiku sambil memeluk tubuhku. Tubuh kami masih telanjang bulat ketika itu. Tiba-tiba, “Ehmm, he, he, gimana kamu puas nggak?” ”Iya Hen, aku puas banget. Aku sudah pengen begini sama kamu sejak lama tapi nggak tahu harus gimana dan takut kamunya marah” ”Hhh”, mertuaku menghela nafas lega. ”Yah, kan sekarang sudah”, kataku. ”Tapi To, aku masih serr-serran lho”, begitu katanya sambil menggenggam penisku yang sedari tadi agak lunglai terasa seperti ingin bangun lagi.

Sepertinya mertuaku ini tahu bagaimana cara membangunkan kembali penis melalui tekanan-tekanan pada urat-urat di tempat lain. Aku langsung menciumi buah dadanya dan tanganku mengobok-obok vaginanya. Mertuaku mulai terangsang kembali dan dengan cepat aku berada di posisi siap di atas tubuhnya. Dengan sekali dorongan, penisku sudah menancap di dalam vagina yang sudah becek itu. Mertuaku berkata, “To, aku yang di atas yah?” ”Emangnya bisa?” ”Bisa dong, kan udah nontonn filmnya Cheny”, rupanya mertuaku sering menonton VCD blue film dengan anaknya, Cheny. Jadi tidak heran kalau dia faham posisi-posisi dalam bercinta. Dengan berguling kini posisi tubuhnya berbalik berada di atasku. Mertuaku mencoba duduk dengan melipat kakinya lalu dia mulai bergoyang maju-mundur dan memutar ditingkahi dengan suara dari vaginanya hingga menambah gairahnya untuk memacu goyangannya. Aku dari bawah hanya memegangi buah pantatnya dan tanganku yang satu memainkan kelentitnya yang berada tepat berada di perutku. Hanya sekitar setengah jam mertuaku mulai menampakkan gejala ingin orgasme. Dalam hitungan detik dia sudah orgasme. Tubuhnya kembali lunglai dan berbaring di atas dadaku. Namun aku belum, hingga secepat kilat aku berbalik dan berada di atasnya dan langsung bergoyang untuk mengejar orgasmeku. ”Aduhh udahh To, aughh, gelii, To..”, hingga beberapa detik kemudian aku merasakan orgasmeku yang kedua begitu nikmat dengan tembakan spermaku yang masih cukup kuat.

Kami kemudian mengobrol hal-hal yang berbau pornografi dan erotis hingga terangsang kembali dan kami bersenggama lagi, begitu seterusnya hingga subuh. Entah sudah berapa kali kami melakukan hal yang sebenarnya merupakan aib bagi keluarga kami sendiri. Sekarang ini mertuaku sudah mempunyai cucu dan lebih menjaga jarak denganku. Dia merasa hal yang sudah kami lakukan itu adalah aib dan tidak sepantasnya dilakukan, dan jika kusinggung soal hal itu dia nampaknya agak marah dan tidak suka. Dia telah menjadi nenek yang baik bagi anakku..

Diperkosa didalam bus

Kedatangan Herman ke sini mengingatkanku akan kampung halamanku. Banyak yang telah ia ceritakan mengenai perkembangan kota kelahiranku. Maklum, sudah tujuh tahun lebih aku tidak pernah kembali ke sana. Namaku Agnes Monica, umurku sekitar 23 tahun, aku mempunyai seorang anak perempuan umur tujuh tahun bernama Chelsea Olivia, mungkin pembaca bingung dan heran dengan nama kami. Ya, nama kami seperti nama artis di negara kita, ibuku yang memberikan nama Agnes Monica kepadaku, karena saat mengandung aku, ibu sering menonton acara Tralala Trilili yang saat itu dibawakan oleh artis cilik bernama Agnes Monica. Sedangkan saat aku melahirkan putriku, aku kebingungan menamakannya, saat itu ia terlahir tanpa seorang ayah, aku hanya teringat dengan cara ibu menamaiku. Aku coba mencari nama artis Indonesia melalui internet, maklum, sejak beberapa tahun lalu aku sudah berapa di Singapura, jadi aku kurang tahu perkembangan di Indonesia. Kemudian hasil pencarianku mengena pada nama yang cukup menarik bagiku, nama tersebut adalah Chelsea Olivia. Setelah melahirkan Chelsea, aku bertemu dengan John yang kini sudah menjadi suamiku, ia tidak menghiraukan statusku saat itu.

Ceritanya sangat panjang, tujuh tahun yang lalu tepatnya aku duduk di bangku SMP, aku mengalami musibah yang membuatku harus meninggalkan negaraku sendiri untuk menutup aib dan memulai hidup baru. Awalnya orang tuaku membawaku ke Jepang, namun tidak lama di sana aku diterbangkan ke Singapura. Banyak hal buruk yang telah ku alami, sehingga aku harus memulai kehidupanku kembali bersama John.

Namun kedatangan Herman telah kembali mengingatkan kenangan burukku. Sebenarnya niat Herman ke sini hanya sekedar untuk liburan, namun aku sendiri yang kembali mengingat masa laluku. Jujur, aku pernah jatuh hati dengan Herman, namun karena sesuatu hal, aku harus dijodohkan orang tuaku dengan pria lain, hal tersebutlah yang membuat Herman berubah sifat, ia cukup frustasi dan akhirnya memperkosaku bersama teman-temannya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku tidak menuntutnya, karena sampai hari ini pula aku masih menaruh hati padanya. Setidaknya kedatangannya sedikit mengobati rasa rinduku.

Herman terlihat akrab dengan keluargaku, baik dengan Chelsea maupun John. Sepertinya ia punya ikatan batin dengan Chelsea. Firasatku mengatakan bahwa Herman lah ayah dari putriku ini. Tapi kami masing-masing telah mengambil jalan sendiri, jadi kami tidak berhak untuk mengungkit masa lalu. Banyak cerita mengenai perkembangan negara asalku yang menambah wawasanku, namun yang sedikit membuatku sedih adalah mengenai kasus yang sedang hangat ketika itu. Herman bilang di kota asalku marak terjadi kasus pemerkosaan dalam angkot, kejadian itu baru saja terjadi sebelum keberangkatan Herman ke sini.

Cerita Herman tersebut sontak saja mengingatkanku dengan keperihan yang aku alami dulu. Bayangkan saja, aku yang masih ABG dulu diperkosa oleh teman-teman sekolahku, bahkan beruntut diperkosa petani. Bukan hanya itu saja, menjejakkan kaki ke Jepang, aku masih mengalami hal yang tidak menyenangkan itu. Kasus di Indonesia adalah pemerkosaan dalam angkot, sedangkan yang kualami di Jepang adalah pemerkosaan dalam bis. Berita ini benar-benar kembali menyayat hatiku untuk kembali terluka. Aku akan menceritakannya kepada pembaca agar pembaca mengerti bagaimana sakitnya menjadi seorang perempuan. Aku harap pembaca tersadar dan tidak akan menzolimi kaum hawa lagi.

Aku kebingungan setelah sampai di bandara Jepang, aku sama sekali tidak tahu daerah di sini, untungnya mama ku sedikit bisa berbahasa Jepang, dan beliau mempunyai beberapa teman yang bekerja di sini. Narita airport, kata mama ditelepon kepada temannya agar bisa menjemput kami. Sambil menunggu, aku dan mama duduk di kursi yang telah disediakan, ku lihat ramai orang berkulit putih susu berlalu lalang tanpa sapa menyapa, wajah mereka terlihat serius, cukup bosan juga aku menunggu di sini. Untungnya tidak perlu menunggu cukup lama, teman mama pun sampai untuk menjemput kami. “Wah, ini anakmu ya? Cantik banget…” kata teman mama sambil memujiku. “Iya, nanti rencananya dia lanjut sekolah di sini…” kata mama. Akhirnya aku memperkenalkan diri kepada wanita berambut pirang hasil semir itu, “Agnes, tante…” Sepertinya di sini sedang tren cat rambut, aku sebenarnya lebih suka dengan warna rambutku yang hitam alami. Iya, aku lebih suka dengan rambut yang lebih oriental, hitam dan lurus, sangat cocok dengan postur tubuhku yang mungil namun seksi.

Kamipun kemudian berangkat dari airport menuju ke apartemen teman mama yang ku panggil tante Olive. Sepenjang jalan kami banyak berbincang, sambil aku menoleh ke arah luar jendela melihat suasana kota yang mama bilang adalah Tokyo, sepanjang jalan banyak orang berjalan kaki, beda jauh dengan negara kita Indonesia, bahkan orang yang berpakaian rapi pun berjalan kaki menjinjing tasnya. Sepanjang jalan pun banyak papan nama toko yang tidak ku mengerti tulisannya, karena aku belum pernah sekali pun mempelajari bahasa Jepang. Ternyata tante Olive adalah teman SMA mama, sejak lulus tante Olive sudah merantau di Jepang untuk bekerja menjadi buruh pabrik. Tante Olive mempunyai sebuah apartemen, ia memperbolehkan kami tinggal untuk sementara di apartemennya. Ia juga langsung membawa kami keliling, bahkan mengenalkan aku pada sebuah sekolah, tante bilang ia akan membiayaiku di sekolah yang lumayan ternama di Tokyo ini. Semua data yang ku bawa dari Indonesia diminta oleh tante Olive, “Kalau prosesnya sudah selesai, tante akan temani Agnes agar tahu jalan ke sekolah”, kata tante Olive. “Makasih ya tante…”, aku sangat berterimakasih akan jasa tante Olive, karena bukan hanya membantuku, ia juga coba membantu mama untuk masuk bekerja di pabrik tempat ia bekerja. Kami tidak tahu apa yang akan kami lakukan lagi selain berterima kasih.

Setelah selesai dengan kesibukan, kami sampai ke apartemen tante Olive. Kedatangan kami ternyata disambut dengan ramah oleh suami dan anak-anaknya. “Owh, ini suamimu Liv?” tanya mama. Semua senang sekali bisa berkumpul, karena ternyata mama juga mengenal suami tante Olive yang juga berasal dari Indonesia. Kisah cinta mereka memang berseri di negara sakura ini, kata tante ia bertemu om Aseng di sebuah restoran, om Aseng adalah koki di restoran tersebut, karena bisa berbahasa Indonesia maka tante Olive sering makan di sana dan menjadi akrab. Tante Olive memiliki dua anak laki-laki, namanya Sanusi dan Kosashi. Sanusi anak sulungnya sudah cukup besar, mungkin dua atau tiga tahun lebih tua dariku, sedangkan Kosashi mungkin seumuran denganku. Setelah berkenalan, akhirnya kami makan bersama, mereka semua terlihat akrab sekali, sungguh hangat berada dalam suasana keluarga ini.

Tak terasa hari pun sudah menjelang malam, tante Olive telah menyediakan kamar untuk aku dan mama. Kami pun segera melepas lelah agar besok bisa terbangun dengan kondisi yang lebih segar, karena besok tante Olive akan menuntunku ke sekolah baruku di Jepang, namanya Nishi, di sana banyak anak orang Indonesia yang bersekolah, jadi kalau masalah bahasa, aku tidak akan kesulitan. Tante Olive memang pandai meyakinkanku, aku yang hanya berbekal bahasa Inggris juga tidak mau menyerah mempelajari bahasa Jepang di sini. Setelah itu tante juga harus membawa mama ke pabrik tempat ia bekerja. Lumayanlah, setidaknya mama tidak susah mencari kerja lagi di sini dan tidak perlu terus berharap dengan papa yang sedang merantau ke Singapura lagi.

“Ayo Nes…” ajak tante di hari besoknya, segera aku mengenakan seragam sekolah khas siswi Jepang yang telah disediakan tante. Seragamnya keren banget, sangat jauh berbeda dengan seragam sekolahku di Indonesia kemarin.

Ternyata benar apa yang dikatakan tante Olive, di sekolah ini aku menemukan beberapa siswa yang juga berasal dari Indonesia. Awalnya aku sedikit malu, tapi agar bisa beradaptasi, mau gak mau aku harus berkenalan dengan mereka. Di kelasku saja aku sudah menemukan lima orang siswa yang berasal dari Indonesia, seperti diriku, mereka adalah warga keturunan. Rata-rata mereka adalah orang yang cukup berada sehingga dapat bersekolah di luar negeri. “Tenang saja nes, tidak susah koq belajar bahasa Jepang…”, kata seorang siswa kepadaku. Dari lima siswa tersebut ada seorang gadis cantik dari Indonesia juga. Perlahan-lahan akhirnya kami menjadi akrab. “Lagian di sini pelajarannya pakai bahasa Inggris koq”, kata gadis asal Indonesia tersebut. Hampir 80% siswa di sini berambut pirang, terlihat dengan jelas trend di sini.

Aku duduk bersebelahan dengan Elissa, gadis yang ramah tersebut terus membantuku melewati pelajaran hari ini. Pulang sekolah aku pun sudah ditunggu oleh tante Olive. Tante Olive mengajarkanku jalur pulang ke apartemen, agar besok aku bisa mandiri untuk bisa sendiri pergi bersekolah.

Seperti halnya kemarin, malam ini kami makan bersama, namun menu hari ini cukup berbeda. Tante Olive menyiapkan makanan yang super mewah, “Hari ini kita selamatan untuk hari pertama Agnes bersekolah dan Mamanya Agnes yang sudah mulai bekerja…” mendengar itu kami sangat terharu. Mamaku langsung memeluk tante Olive sambil mengucapkan terima kasih. “Ayo makan, ga perlu sungkan…”, kata om Aseng yang dengan senyum manisnya ikut senang dengan kondisi kami. Aku pun sangat menikmati malam itu, sungguh suasana keluarga yang cukup akrab. Mungkin karena tante Olive dan om Aseng tidak memiliki anak perempuan, maka mereka memperlakukan aku sangat baik seperti anak sendiri. Begitu pula Sanusi dan Kosashi yang juga berkata sudah menganggapku seperti saudari mereka.

Besok pagi aku bangun lebih awal agar tidak terburu-buru berangkat ke sekolah. Setelah sarapan pagi, aku langsung berpamitan dengan mama dan tante Olive, sedangkan om Aseng dan dua anaknya tidak ada di rumah. Om Aseng bekerja di sebuah restoran sebagai koki, jadi dia harus berangkat lebih awal untuk menyiapkan bahan-bahan masakan, sedangkan Sanusi dan Kosashi bersekolah di SMA lain yang jauh lebih elit, maklum, om Aseng sangat mengharapkan anaknya bernasib yang lebih baik.

Aku masih sedikit canggung keluar dari apartemen, ini pertama kalinya aku sendirian di daerah yang belum aku kenal. Aktivitas pagi sudah ramai dengan warga yang berjalan lalu lalang, sibuk mengejar waktu mereka, sungguh lucu kulihat ada yang sambil makan roti sambil berjalan seperti tidak ada waktu lagi baginya untuk duduk menikmati rotinya. Aku masuk dalam kerumunan warga yang berlalu lalang, aku berjalan ke arah halte yang tidak jauh dari sini. Semua warga seperti tidak saling mengenal, berjalan dengan tatapan serius hingga aku sendiri merasa tidak nyaman dengan kondisi ini. Akhirnya aku sedikit lega setelah sampai di halte yang aku tuju, sambil menunggu jemputan bis akupun mengutak-ngatik hp yang baru om Aseng belikan untukku, biasa, ingin update status Facebook saja.

Aku pun menaiki bis yang menjemput tadi, kulihat hanya pria-pria tua berjas yang menaiki bis ini, kelihatannya para bapak yang tampak seperti bisnisman ini satu jalur denganku. Sambil mengutak-atik Facebook-ku, perasaanku terasa tidak enak, bis yang berjalan sedikit bergetar sehingga aku yang berdiri karena tidak kebagian tempat duduk ini harus bersenggolan dengan bapak-bapak yang menghimpitku. Rasa curigaku makin memuncak ketika ku tersadar para ‘bisnisman’ itu pada melirikku. Apakah mereka kagum dengan tubuhku? Walaupun sedikit mungil, tapi bentuk tubuhku sangat seksi, apalagi dibarengi wajah orientalku yang berkulit putih dengan rambut hitam terurai panjang seperti boneka, aku yakin beberapa pria juga akan terpesona. Namun yang kupikirkan semakin membingungkan, kulihat seorang pria mengeluarkan handycam dari tasnya, sepertinya sedari tadi pria itu sudah menyorotku melalui handycam yang ditutupi sedikit dari dalam tasnya.

Perasaanku semakin tidak enak ketika pria di belakangku meraba bokongku. Sontak saja aku langsung kaget dan melotot ke belakang. Bukan hanya orang belakang, pria berkacamat dari depan pun meraba dadaku. “Don’t touch me!!!” teriakku. Kekesalanku berubah menjadi ketakutan karena bis tidak singga di halte yang seharusnya aku turun, sopir bus malah memutar arah ke jalan yang aku tidak kenal. Badanku gemetaran dan ketakutan, pria yang memegang handycam terus menyorotku, dan seorang pria didekatku membisikkan sesuatu yang aku tidak mengerti, nada bahasa Jepang sepertinya mengancamku. Aku melirik ke arah tangannya, ternyata dia memegang pisau, sedangkan pria-pria lain tersenyum kegirangan melihat aku yang tak berdaya.

Satu per satu tangan mereka meraba dada dan bokong ku, gila, apa ini akan dijadikan video bokep? Aku tidak bisa berbuat apa-apa, walaupun sesekali aku memohon dengan bahasa Inggris, entah mereka mengerti atau tidak, tapi sama sekali mereka tidak menggubrisku. Tindakan mereka semakin keterlaluan, beberapa tangan pria yang berkerumunan di dekatku telak menyingkap rok ku, dan beberapa tangan sudah menjelajahi payudaraku melalui balik seragamku. Perasaanku sungguh sakit hingga aku meneteskan air mata. Handycam terus menyorot aksi mereka, bahkan ada pria di samping yang sudah menurunkan resleting celananya dan mengeluarkan penisnya, kemudian ia menarik tanganku untuk memegangi penisnya. Aku berusaha berontak, namun jumlah mereka ramai sekali, bahkan ada yang menarik rambutku untuk berusaha melumat bibirku. Aku berusaha menjauhi bibir pria itu namun tak bisa, ia terus menciumi bibirku tanpa perasaan. Kedua tanganku ditarik ke arah berlawanan untuk memegangi penis pria sebelah kanan dan kiriku. Pria belakang yang sudah menyingkap rokku sudah berhasil menarik turun celana dalamku.

Aku mendengar mereka terus berkomunikasi dalam bahasa Jepang untuk melancarkan aksi mereka. Pria depan juga sudah berhasil membuka kancing bajuku hingga seragamku terbuka, bra warna pink ku pun ditariknya ke atas hingga payudara ku yang baru tumbuh terpampang jelas di hadapan mereka. Tanpa perintah, mereka pun berebutan meraba payudara ku, beberapa pria di depan berusaha menciumi susu ku. Aku tak mampu berontak karena beberapa tangan terus memegangiku dengan erat.

Di arah bawah, aku sudah merasakan jemari manusia menjelajahi vaginaku, pria tersebut berusaha menusukkan jarinya ke dalam lubang vaginaku yang masih sempit ini. Aku mencoba menggoyangkan pinggulku agar jarinya tidak bisa berbuat lebih jauh, namun usahaku gagal, pria yang sedari tadi melumat bibirku kemudian menampar pipi ku, maksudnya adalah agar aku tidak melawan. Jantungku berdegup sangat kencang, sambil menangis aku hanya bisa melayani mereka dengab terpaksa. Jari pria belakang sudah berhasil masuk ke vaginaku, ia terus mengocokkan jarinya di lubang vaginaku, aku hanya merasa geli. Ke dua susu ku pun dikulum bergantian oleh pria-pria di sampingku. Ke dua tanganku pun disibukkan dengan memainkan penis mereka.

Akhirnya aku jatub tersungkur ketika jari pria yang mengocok vaginaku selama beberapa menit telah membuatku orgasme, cairan hangat pun tersembur keluar dari vaginaku. Ketika aku tersungkur dengan posisi berlutut, pria tadi langsung mendekatkan jarinya yang penuh dengan cairan vaginaku ke arah wajahku, ia menggosokkan jarinya ke arah mulutku. Walaupun itu cairan dari tububku, tapi aku juga merasa sedikit jijik untuk menjilatinya. Aku benar-benar merasa sangat kotor, dilecehkan pria-pria tak dikenal di negeri orang.

Pria yang tadinya aku kocok penisnya kemudian menyodorkan penisnya ke mulutku. Dia memaksaku untuk mengulum penisnya. Pria-pria lain pun kemudian membuka resleting mereka dan mengeluarkan penis mereka yang sudah mengeras, mereka sepertinya antri untuk melesapkan penis mereka ke mulutku. Aku sangat jijik, tapi pria itu menampar-nampar pipi ku agar aku membuka mulutku. Bahkan mereka menekan pipiku agar aku membuka mulutku. Aku yang tidak mungkin bisa melawan dengan terpaksa harus melayani nafsu birahi mereka.

Sambil mengulum penis pria tersebut, pakaian yang masih tersisa di tubuhku kemudian dilepas mereka dengan dengan segera. Pria lain ikut jongkok agar bisa memainkan susu dan vagina ku. Sudah beberapa penis yang aku layani, tubuhku sudah benar-benar kelelahan, vaginaku pun sudah terasa perih karena tusukan kasar jemari tangan pria-pria itu.

Mereka kemudian mengangkat tubuhku yang sudah mulai lunglai, mungkin mereka tahu aku sudah kecapekan. Mereka pun menaruh tubuhku di kursi, aku pun duduk tersandar, ku lihat ke arah jendela, bis masih berjalan, namun orang-orang di luar tampak tak sadar dengan apa yang terjadi di dalam sini. Tiba-tiba aku tersontak kembali, aku kaget dengan benda besar yang tiba-tiba menusuk ke vagina ku. Ku lihat seorang pria menusukkan sesuatu yang bentuknya menyerupai penis, batangan itu besar sekali sehingga vaginaku terasa sakit sekali. Pria-pria lain masih menangkapku, sambil meraba dan menciumi susuku. Aku semakin tak mampu menahan rasa sakitku karena aku merasakan vaginaku diobok-obok penis mainan itu. Ternyata benda yang ditusukkan ke vagina ku itu bisa bergerak-gerak dan bergetar. Aku tak mampu menahan orgasme ku yang selanjutnya. Cairan vagina ku menyemprot tak karuan keluar dari vaginaku. Mereka hanya tersenyum sambil berbicara bahasa yang tidak ku mengerti itu.

Mereka benar-benar tak berperasaan, aku yang sudah tak bertenaga dan mengalami orgasme dua kali masih saja dinikmati. Bibirku terus dilumat oleh pria-pria itu, susuku diciumi dan disedot, bahkan sesekali mereka menggigit puting ku dengan keras, vaginaku pun tak henti-hentinya diobok-obok dengan sextoy mereka itu, lebih tragisnya adegan itu direkam handycam yang dipegang salah satu pria-pria jahanam tersebut.

Tak puas dengan adegan begitu, kemudian satu pria berbuat yang lebih jauh, ia menusukkan penisnya ke liang vaginaku. Vaginaku benar-benar perih, seperti sudah tersobek-sobek, tapi pria jahanam ini tidak memperdulikanku, ia terus menggenjot vaginaku tanpa henti. Bahkan sebelum dia orgasme, ia menarik keluar penisnya dan menusukkan penisnya ke mulutku, ia memaksaku mengulum penisnya hingga orgasme dan menyemprotkan sperma nya di dalam mulut ku. Aku hanya tersedak oleh banyaknya sperma yang memenuhi kerongkonganku. Belum selesai menelan sperma pria itu, pria lain telah mengambil posisi pria sebelumnya, ia menusukkan penisnya ke vaginaku, mungkin dinding-dinding vaginaku sudah lecet.

Seperti pria sebelumnya, ia juga kemudian menyemprotkan spermanya di dalam mulutku hingga masuk ke kerongkonganku. Aku sangat merasa muak dan mual, ingin sekali ku muntahkan semua, namun apa daya, mulutku dibekap agar tidak memuntahkannya. Para pria itu terus bergiliran dengan aksi yang sama. Hingga semua sudah mendapatkan giliran, barulah mereka berhenti dan kemudian memakaikan baju ku kembali. Sambil memakaikan baju, mereka pun masih mencuri kesempatan untuk menjamah payudaraku. Aku tak mampu bergerak, mereka memakaikanku seragam dengan sembarangan, bahkan celana dalam dan bra ku tidak dipakaikan, aku yakin rambutku juga sudah acak-acakan, apalagi wajahku yang penuh dengan cairan sperma yang belepotan.

Pria-pria tersebut mengangkatku dan memapahku ke arah pintu, aku kemudian diturunkan di daerah yang sangat sepi, aku tidak tahu daerah apa itu. Badanku lemas, aku hanya mengenakan seragam tanpa dalaman, kemudian tas ku dilempar ke arahku dan mereka pun meninggalkan ku. Aku tak mampu bangkit lagi, ku bongkar tas ku untuk menghubungi tante Olivia, tapi tak sempat menelepon, aku sudah merasa pandanganku berkunang-kunang, kemudian semua menjadi gelap. Aku pun jatuh pingsan untuk beberapa jam lamanya.

Saat aku membuka mata ku, aku sudah berada di kamarku, tante Olive dan mama merawatku. Tante Olive mendapatkan informasi dari kantor polisi, maka itu tante dan mama segera menjemputku. Polisis hanya menyuruh mereka membawa aku pulang. Kata tante Olive, di sini polisi sangat takut dengan keganasan para yakuza, maka oleh karena itu mama dan tante Olive tidak ingin menuntut masalah yang sudah ku alami. Aku sangat kecewa sekali, namun apa boleh buat, hal ini akan mengancam keselamatan tante Olive beserta keluarganya juga, karena tante curiga kejadian ini didalangi oleh para yakuza. Mama juga tidak bisa berbuat apa, beliau hanya berjanji akan segera pergi dari sini untuk menyusul papa di Singapura.
 
Copyright © 2011. 17xstars - All Rights Reserved